Dirjen Bea Cukai penuhi panggilan pemeriksaan Kejagung
28 Juli 2020 22:30 WIB
Salah satu pejabat aktif dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Batam (kanan) berada di mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (24-6-2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi memenuhi panggilan pemeriksaan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Selasa.
Heru dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi importasi tekstil pada tahun 2018—2020.
Jampidsus Ali Mukartono menjelaskan bahwa Heru Pambudi kooperatif selama menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus tersebut.
"Saya tahunya dia dipanggil, iya," kata Ali di Kantor Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta.
Baca juga: Ketua Umum API diperiksa sebagai saksi kasus korupsi impor tekstil
Menurut dia, pemeriksaan Heru Pambudi diperlukan untuk menggali informasi tentang kebijakan dan aturan importasi tekstil.
Terkait dengan pemeriksaan lanjutan untuk Heru, dia mengatakan bahwa pihaknya akan mengevaluasi hasil keterangan dari Heru terlebih dahulu.
"Tentu semua tergantung pada kebutuhan penyelidikan dan penyidikan," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Heru Pambudi guna mencari serta mengumpulkan bukti tentang tata laksana importasi barang dari luar negeri, khususnya tekstil dari India.
"Untuk mencari fakta apakah yang dijalankan para tersangka sudah sesuai dengan aturan dan apakah saksi sebagai top management mengetahui tentang perbuatan atau tata cara yang dilaksanakan oleh para tersangka," kata Hari.
Baca juga: Kejagung periksa pejabat Kemendag dalami penyelundupan tekstil
Sebelumnya, dalam kasus dugaan korupsi importasi tekstil, tim jaksa penyidik Kejaksaan Agung menetapkan tersangka terhadap Mukhamad Muklas (Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai KPU Bea Cukai Batam), Dedi Aldrian (Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada KPU Bea dan Cukai Batam), dan Hariyono Adi Wibowo (Kepala Seksi Pabean dan Cukai I pada KPU Bea dan Cukai Batam).
Berikutnya, Kamaruddin Siregar (Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada KPU Bea dan Cukai Batam) serta Irianto selaku pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selanjutnya, subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Baca juga: Kejagung dalami keterlibatan sindikat penyelundupan kain tekstil Batam
Baca juga: Kejagung usut peran pengusaha Robert dalam korupsi importasi tekstil
PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima diketahui mengimpor 566 kontainer bahan kain dengan modus mengubah invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi bea masuk serta mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) dengan cara menggunakan surat keterangan asal (SKA) tidak sah.
Heru dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi importasi tekstil pada tahun 2018—2020.
Jampidsus Ali Mukartono menjelaskan bahwa Heru Pambudi kooperatif selama menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus tersebut.
"Saya tahunya dia dipanggil, iya," kata Ali di Kantor Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta.
Baca juga: Ketua Umum API diperiksa sebagai saksi kasus korupsi impor tekstil
Menurut dia, pemeriksaan Heru Pambudi diperlukan untuk menggali informasi tentang kebijakan dan aturan importasi tekstil.
Terkait dengan pemeriksaan lanjutan untuk Heru, dia mengatakan bahwa pihaknya akan mengevaluasi hasil keterangan dari Heru terlebih dahulu.
"Tentu semua tergantung pada kebutuhan penyelidikan dan penyidikan," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Heru Pambudi guna mencari serta mengumpulkan bukti tentang tata laksana importasi barang dari luar negeri, khususnya tekstil dari India.
"Untuk mencari fakta apakah yang dijalankan para tersangka sudah sesuai dengan aturan dan apakah saksi sebagai top management mengetahui tentang perbuatan atau tata cara yang dilaksanakan oleh para tersangka," kata Hari.
Baca juga: Kejagung periksa pejabat Kemendag dalami penyelundupan tekstil
Sebelumnya, dalam kasus dugaan korupsi importasi tekstil, tim jaksa penyidik Kejaksaan Agung menetapkan tersangka terhadap Mukhamad Muklas (Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai KPU Bea Cukai Batam), Dedi Aldrian (Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada KPU Bea dan Cukai Batam), dan Hariyono Adi Wibowo (Kepala Seksi Pabean dan Cukai I pada KPU Bea dan Cukai Batam).
Berikutnya, Kamaruddin Siregar (Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada KPU Bea dan Cukai Batam) serta Irianto selaku pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selanjutnya, subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Baca juga: Kejagung dalami keterlibatan sindikat penyelundupan kain tekstil Batam
Baca juga: Kejagung usut peran pengusaha Robert dalam korupsi importasi tekstil
PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima diketahui mengimpor 566 kontainer bahan kain dengan modus mengubah invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi bea masuk serta mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) dengan cara menggunakan surat keterangan asal (SKA) tidak sah.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: