Defisit RAPBN 2021 naik, pemerintah akan cari sumber pembiayaan murah
28 Juli 2020 19:21 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keynote speechnya pada acara Penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) tentang dukungan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) melalui Viability Gap Fund (VGF) bertempat di Aula Mezzanine Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan pada Senin (27/07/2020). ANTARA/HO-Humas Kemenkeu/am.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pihaknya akan mencari sumber pembiayaan yang relatif murah dan aman, sejalan dengan keputusan Presiden Joko Widodo yang menaikkan defisit RAPBN 2021 menjadi 5,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Ini akan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang kita perkirakan akan memberikan dampak stabilitas terhadap Surat Berharga Negara kita sendiri,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Selasa.
Pelebaran defisit Rancangan APBN (RAPBN) 2021, menurut Sri Mulyani, bisa membuat saldo (outstanding) utang pemerintah terhadap PDB mendekati 40 persen. Dia berjanji akan mengelola saldo utang pemerintah secara hati-hati.
"Kami melakukan pengelolaan dari outstanding (saldo) utang secara hati-hati karena defisit meningkat, debt to GDP ratio (rasio utang terhadap PDB) kita bisa mendekati 40 persen," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Pemerintah juga akan mengandalkan instrumen pembiayaan konvensional dan syariah, dengan memperhatikan komposisi pembiayaan yang proposional.
“Kami akan jaga dan Bank Indonesia sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) pertama tetap bisa menjadi stand by buyer sesuai SKB yang diatur dalam UU 2/2020. Kita akan diskusi dengan BI bagaimana dia melaksanakan fungsi sebagai peserta lelang reguler," jelasnya.
Selain penerbitan instrumen pembiayaan, Sri Mulyani juga akan mencari pinjaman bilateral-multilateral yang berbiaya murah.
Dalam kesepakatan dengan parlemen di sidang Badan Anggaran DPR sebelumnya, pemerintah menetapkan defisit RAPBN 2021 sebesar 4,17 persen terhadap PDB. Namun anggota dewan melihat terdapat indikasi kenaikan defisit menjadi 4,7 persen PDB karena masih tingginya tekanan dari pandemi COVID-19.
Di rapat terbatas Selasa ini, pemerintah kembali menaikkan defisit RAPBN 2021 menjadi 5,2 persen PDB untuk mendukung pembiayaan program prioritas, termasuk penanganan dampak COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Beberapa program prioritas pada 2021 adalah ketahanan pangan, pembangunan kawasan industri yang dilengkapi infrastruktur yang memadai, transformasi digital di seluruh Tanah Air, pengembangan sektor pendidikan, dan kapasitas layanan kesehatan untuk menangani COVID-19 pasca 2020 termasuk anggaran untuk memperoleh vaksin.
Baca juga: Bappenas: Pelebaran defisit RAPBN 2021 untuk kurangi pengangguran
Baca juga: Pemerintah akan bicara dengan DPR soal perubahan desain RAPBN 2021
Baca juga: Sri Mulyani: Presiden putuskan defisit RAPBN 2021 naik ke 5,2 persen
“Ini akan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang kita perkirakan akan memberikan dampak stabilitas terhadap Surat Berharga Negara kita sendiri,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Selasa.
Pelebaran defisit Rancangan APBN (RAPBN) 2021, menurut Sri Mulyani, bisa membuat saldo (outstanding) utang pemerintah terhadap PDB mendekati 40 persen. Dia berjanji akan mengelola saldo utang pemerintah secara hati-hati.
"Kami melakukan pengelolaan dari outstanding (saldo) utang secara hati-hati karena defisit meningkat, debt to GDP ratio (rasio utang terhadap PDB) kita bisa mendekati 40 persen," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Pemerintah juga akan mengandalkan instrumen pembiayaan konvensional dan syariah, dengan memperhatikan komposisi pembiayaan yang proposional.
“Kami akan jaga dan Bank Indonesia sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) pertama tetap bisa menjadi stand by buyer sesuai SKB yang diatur dalam UU 2/2020. Kita akan diskusi dengan BI bagaimana dia melaksanakan fungsi sebagai peserta lelang reguler," jelasnya.
Selain penerbitan instrumen pembiayaan, Sri Mulyani juga akan mencari pinjaman bilateral-multilateral yang berbiaya murah.
Dalam kesepakatan dengan parlemen di sidang Badan Anggaran DPR sebelumnya, pemerintah menetapkan defisit RAPBN 2021 sebesar 4,17 persen terhadap PDB. Namun anggota dewan melihat terdapat indikasi kenaikan defisit menjadi 4,7 persen PDB karena masih tingginya tekanan dari pandemi COVID-19.
Di rapat terbatas Selasa ini, pemerintah kembali menaikkan defisit RAPBN 2021 menjadi 5,2 persen PDB untuk mendukung pembiayaan program prioritas, termasuk penanganan dampak COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Beberapa program prioritas pada 2021 adalah ketahanan pangan, pembangunan kawasan industri yang dilengkapi infrastruktur yang memadai, transformasi digital di seluruh Tanah Air, pengembangan sektor pendidikan, dan kapasitas layanan kesehatan untuk menangani COVID-19 pasca 2020 termasuk anggaran untuk memperoleh vaksin.
Baca juga: Bappenas: Pelebaran defisit RAPBN 2021 untuk kurangi pengangguran
Baca juga: Pemerintah akan bicara dengan DPR soal perubahan desain RAPBN 2021
Baca juga: Sri Mulyani: Presiden putuskan defisit RAPBN 2021 naik ke 5,2 persen
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: