Pakar: Cegah karhutla bantu hindari krisis ganda asap dan COVID-19
28 Juli 2020 14:06 WIB
Senior Public Health Adviser Alam Sehat Lestari (ASRI) drg Monica R Nirmala dalam diskusi virtual yang dipantau di Jakarta pada Selasa (28/7/2020). (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) perlu dilakukan untuk menghindari krisis ganda yang disebabkan oleh asap kebakaran dan pandemi COVID-19 yang masih melanda Indonesia saat ini, kata Senior Public Health Adviser Alam Sehat Lestari (ASRI) drg Monica R Nirmala.
"Masyarakat yang terpapar asap karhutla berpotensi memiliki respons imun yang lebih rendah, penyakit pernapasan yang lebih tinggi, penyakit jantung dan pembuluh darah yang lebih tinggi dan peradangan sistemik yang lebih tinggi," kata Monica dalam diskusi virtual tentang karhutla dan COVID-19 yang diselenggarakan Yayasan ASRI dipantau di Jakarta pada Selasa.
Potensi kesehatan yang timbul akibat terpapar asap karhutla tersebut bisa membuat risiko terpapar COVID-19 semakin besar, mengingat faktor imun penting dalam menghadapi penyakit yang belum memiliki vaksin dan obat tersebut.
Tidak hanya itu kondisi dampak asap terhadap sistem pernapasan, jantung dan peradangan juga dapat menjadi komorbid atau penyakit penyerta yang bisa memperparah kondisi pasien yang terinfeksi COVID-19.
Baca juga: BRG ingatkan ancaman karhutla di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: Dokter paru perkirakan COVID-19 tidak menempel pada partikel asap
"Artinya kalau masyarakat terpapar COVID-19 dan karhutla di saat yang bersamaan maka dampaknya bisa lebih parah terhadap kesehatan karena serangannya ganda," ujar peraih gelar Master of Public Health dari Universitas Harvard itu.
Selain dampak kepada kesehatan individu juga terdapat risiko akan penanganan rumah sakit di daerah-daerah terpapar asap karhutla. Di mana bisa terjadi peningkatan pasien baik akibat asap maupun COVID-19 yang dapat mempengaruhi kemampuan fasilitas layanan kesehatan.
Kebutuhan alat pelindung diri juga akan meningkat dengan jika terjadi asap maka masyarakat di area terdampak memerlukan masker medis atau jenis N95 yang bisa menyaring udara karena masker kain tidak mumpuni untuk melakukannya. Padahal, kedua jenis masker tersebut dibutuhkan oleh petugas medis untuk mengurangi risiko infeksi COVID-19.
Monica juga mengatakan karhutla dapat mengakibatkan warga melakukan pengungsian yang bisa mengumpulkan banyak orang dalam satu ruang tertutup dengan penyaringan udara yang tidak baik. Hal itu dapat menambah risiko penularan antar pengungsi.
"Yang harus kita lakukan adalah mencegah karhutla berapapun harganya," demikian ujar Monica.*
Baca juga: Dokter paru: Potensi asap karhutla mempermudah risiko terkena COVID-19
Baca juga: Stok masker N95 untuk tangani COVID-19 dan karhutla di Riau menipis
"Masyarakat yang terpapar asap karhutla berpotensi memiliki respons imun yang lebih rendah, penyakit pernapasan yang lebih tinggi, penyakit jantung dan pembuluh darah yang lebih tinggi dan peradangan sistemik yang lebih tinggi," kata Monica dalam diskusi virtual tentang karhutla dan COVID-19 yang diselenggarakan Yayasan ASRI dipantau di Jakarta pada Selasa.
Potensi kesehatan yang timbul akibat terpapar asap karhutla tersebut bisa membuat risiko terpapar COVID-19 semakin besar, mengingat faktor imun penting dalam menghadapi penyakit yang belum memiliki vaksin dan obat tersebut.
Tidak hanya itu kondisi dampak asap terhadap sistem pernapasan, jantung dan peradangan juga dapat menjadi komorbid atau penyakit penyerta yang bisa memperparah kondisi pasien yang terinfeksi COVID-19.
Baca juga: BRG ingatkan ancaman karhutla di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: Dokter paru perkirakan COVID-19 tidak menempel pada partikel asap
"Artinya kalau masyarakat terpapar COVID-19 dan karhutla di saat yang bersamaan maka dampaknya bisa lebih parah terhadap kesehatan karena serangannya ganda," ujar peraih gelar Master of Public Health dari Universitas Harvard itu.
Selain dampak kepada kesehatan individu juga terdapat risiko akan penanganan rumah sakit di daerah-daerah terpapar asap karhutla. Di mana bisa terjadi peningkatan pasien baik akibat asap maupun COVID-19 yang dapat mempengaruhi kemampuan fasilitas layanan kesehatan.
Kebutuhan alat pelindung diri juga akan meningkat dengan jika terjadi asap maka masyarakat di area terdampak memerlukan masker medis atau jenis N95 yang bisa menyaring udara karena masker kain tidak mumpuni untuk melakukannya. Padahal, kedua jenis masker tersebut dibutuhkan oleh petugas medis untuk mengurangi risiko infeksi COVID-19.
Monica juga mengatakan karhutla dapat mengakibatkan warga melakukan pengungsian yang bisa mengumpulkan banyak orang dalam satu ruang tertutup dengan penyaringan udara yang tidak baik. Hal itu dapat menambah risiko penularan antar pengungsi.
"Yang harus kita lakukan adalah mencegah karhutla berapapun harganya," demikian ujar Monica.*
Baca juga: Dokter paru: Potensi asap karhutla mempermudah risiko terkena COVID-19
Baca juga: Stok masker N95 untuk tangani COVID-19 dan karhutla di Riau menipis
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: