Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, memanggil Sri Wahyuni dari pihak swasta yang juga adik dari Bupati Kutai Timur nonaktif Ismunandar (ISM) sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap pekerjaan infrastruktur di Pemkab Kutai Timur Tahun 2019-2020.

"Hari ini, bertempat di Mapolres Samarinda dan KPK Jakarta, penyidik memeriksa beberapa saksi dari unsur PNS Pemkab Kutim dan satu swasta (Sri Wahyuni) terkait dugaan suap infrastruktur di Kutai Timur atas nama tersangka ISM dan kawan-kawan," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Pemeriksaan terhadap Sri Wahyuni digelar di Gedung KPK, Jakarta. Yang bersangkutan dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Aditya Maharani (AM) selaku kontraktor.

Baca juga: KPK cecar sembilan saksi soal "fee" dan mobil terkait kasus Ismunandar
Baca juga: KPK perpanjang penahanan Bupati Kutai Timur nonaktif Ismunandar
Baca juga: KPK sita dokumen hasil geledah lima lokasi di Kutai Timur


Sementara terhadap enam saksi lainnya, pemeriksaan digelar di Mapolres Samarinda, Kota Samarinda.

Keenamnya dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Ismunandar, yaitu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kutai Timur Edward Azran, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kutai Timur Roma Malau, Sekretaris Bappeda Kutai Timur Ahmad Fauzan, Staf Disdik Kutai Timur Aat, Muh Hasbi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan pegawai Isuzu Samarinda Edy Surya.

Selain Ismunandar dan Aditya, KPK juga telah menetapkan lima tersangka lainnya, yaitu Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria (EU) yang juga istri Ismunandar, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutai Timur Musyaffa (MUS), Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutai Timur Suriansyah (SUR).

Selanjutnya, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kutai Timur Aswandini (ASW) dan Deky Aryanto (DA) selaku rekanan.

Dalam tangkap tangan kasus tersebut, ditemukan uang tunai sebesar Rp170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp4,8 miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp1,2 miliar.

Penerimaan sejumlah uang tersebut diduga karena Ismunandar selaku bupati menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran dan Encek selaku Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait dengan pekerjaan di pemkab setempat.

Musyaffa selaku kepercayaan Bupati juga melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Pekerjaan Umum di Kutai Timur.

Sementara itu, Suriansyah selaku Kepala BPKAD mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10 persen dari jumlah pencairan. Selanjutnya, Aswandini selaku kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang.

Dalam konstruksi perkara juga disebutkan terdapat penerimaan uang Tunjangan Hari Raya (THR) dari Aditya masing-masing Rp100 juta untuk Ismunandar, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini pada 19 Mei 2020 serta transfer ke rekening bank atas nama Aini senilai Rp125 juta untuk kepentingan kampanye Ismunandar pada Pilkada 2020.