Kolombo (ANTARA News/AFP) - Sri Lanka akan melaksanakan pemilihan presiden pada 26 Januari, kata komisi pemilihan umum, Jumat, dan Presiden Mahinda Rajapakse diperkirakan menghadapi persaingan sengit dari mantan pemimpin militer, Sarath Fonseka.

"Pemilihan akan dilaksanakan pada 26 Januari," kata ketua komisi pemilu Dayananda Dissanayake kepada AFP melalui telefon.

Rajapakse (64) mengadakan pemilihan itu dua tahun lebih cepat dari yang dijadwalkan dalam upaya memanfaatkan momentum kemenangan pemerintah dalam konflik separatis 37 tahun yang berakhir pada Mei lalu.

Media lokal sebelumnya memperkirakan bahwa pemilihan itu akan diumumkan pada 23 atau 26 Januari, yang menurut perhitungan astrologi menguntungkan bagi presiden tersebut.

Sebuah pernyataan dari kantor komisi pemilu mengatakan, pencalonan akan diterima pada 17 Desember.

Fonseka (58) diperkirakan mengumumkan pencalonannya pada jumpa pers Minggu setelah ia memperoleh dukungan dari dua partai oposisi utama di Sri Lanka pekan ini.

Mantan jendral itu mengundurkan diri sebagai kepala staf pertahanan bulan ini setelah perselisihan dengan Rajapakse mengenai siapa yang akan mendapat penghargaan bagi kemenangan militer atas pemberontak separatis Macan Tamil.

Setelah perang berakhir, Fonseka dimutasi dari pos panglima militer menjadi kepala staf pertahanan, sebuah jabatan yang lebih bersifat seremonial yang membuatnya merasa tersisihkan karena tidak ada wewenang komando.

Fonseka mengundurkan diri setelah menuduh pemerintah melakukan korupsi dan gagal mencapai perdamaian dengan minoritas Tamil setelah militer mengalahkan kelompok separatis Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE).

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Tamil juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.

Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Sebelum dikalahkan total, gerilyawan Tamil dikepung selama berbulan-bulan di sebuah daerah hutan kecil oleh pasukan yang hampir mengakhiri perang separatis mereka.

Macan Tamil mengakui telah kehilangan sejumlah wilayah dalam pertempuran dengan pasukan pemerintah dan menuduh Kolombo membunuhi warga sipil.

Militer membantah hal itu dan mengatakan, warga sipil yang melarikan diri ditembaki oleh pemberontak yang ingin menahan penduduk desa sebagai tameng manusia.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

Masyarakat luas internasional menyuarakan kekhawatiran mengenai jumlah warga sipil yang tewas dalam babak terakhir perang, sementara kelompok-kelompok bantuan mencemaskan keselamatan 300.000 warga Tamil yang ditahan di kamp-kamp yang dikelola pemerintah Sri Lanka.

AS, yang memelopori kecaman-kecaman atas kematian warga sipil dalam ofensif final militer terhadap pemberontak Macan Tamil, juga menyuarakan kekhawatiran mengenai korban-korban yang terlantar.

Lebih dari 70.000 orang tewas dalam konflik separatis panjang di Sri Lanka sejak 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak.
(*)