Masyarakat tetap waspada COVID-19, karena vaksin masih uji klinis
Seorang anggota staf menunjukkan sampel vaksin COVID-19 nonaktif di Sinovac Biotech Ltd., yang berada di Beijing, China, 11 April 2020. China telah menyetujui dua kandidat vaksin COVID-19 nonaktif untuk uji klinis. Kedua vaksin tersebut telah mendapatkan persetujuan untuk uji klinis menggunakan mikroorganisme patogen yang telah dilumpuhkan untuk meningkatkan imunogenisitas, vaksin itu memiliki keunggulan dalam hal proses produksi yang matang, standar kualitas yang terkontrol, dan rentang perlindungan yang luas (ANTARA FOTO/Xinhua/Zhang Yuwei/pras)
"Uji klinis vaksin Sinovac ini tidak lantas membuat masyarakat lengah dalam menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19," ujar Sekretaris Jenderal PMI, Sudirman Said, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Dia menambahkan sepanjang obat dan vaksin belum ditemukan dan dilakukan intervensi pencegahan maupun pengobatan, maka cara terbaik adalah menghindari risiko.
Virus corona jenis baru itu, menular melalui interaksi antarmanusia. Untuk itu perlu kebijakan pemerintah dalam mengurangi kontak antarmanusia.
"Kalau mau mengerem laju penularan, kebijakan yang diambil otoritas harus mengarah pada meminimalkan kontak," kata dia.
Baca juga: Ahli: uji klinis tahap tiga tentukan efektivitas vaksin di Indonesia
Sudirman menambahkan PMI tidak terlibat dalam uji klinis vaksin Sinovac. Namun, apabila ditugaskan untuk menjadi bagian uji klinis maka PMI langsung sigap.
"Kami tidak ikut dalam proses teknis dan 'scientific' semacam itu. Bila kami ditugasi untuk menjadi bagian dari uji klinis, misalnya menyiapkan relawan untuk uji coba, kami akan lakukan yang terbaik," terangnya.
PMI juga telah berpartisipasi dalam pengembangan vaksin dan obat COVID-19. Pembahasan vaksin tersebut sudah pernah dilakukan melalui diskusi dalam forum kepalangmerahan internasional.
"Kami lakukan untuk membahas perkembangan vaksin dan obat. Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional siap menjadi mitra otoritas dalam pengembangan vaksin dan obat," tambah dia.
Pakar epidemiologi, Pandu Riono, menambahkan uji klinis vaksin membutuhkan proses panjang. Uji klinis vaksin pada umumnya bisa berlangsung antara enam hingga 12 bulan.
"Uji klinis ini tujuannya mencari efek kemampuan melindungi penduduk yang terinfeksi. Kita lagi mencari vaksin yang efektif dan aman, jadi masih panjang," kata dia.
Baca juga: Menanti kabar gembira uji klinis Vaksin Sinovac di Indonesia
Disamping itu, sebelum pemerintah melakukan uji klinis vaksin Sinovac lebih jauh, sebaiknya memperjelas kerja sama dengan China.
"Apakah kerja sama ini menjadi bagian dari 'multicenter study' sama seperti negara lain, Brazil juga India, atau ada tujuan lainnya. Kenapa kok Indonesia bisa mendapatkan keistimewaan untuk mendapatkan vaksin, itu perjanjiannya bagaimana? Biasanya dalam perkembangan vaksin, memang di ujicoba dari banyak negara, namanya 'multicenter study'," kata dia.
Pandu meminta masyarakat tidak tergesa-gesa mengharapkan vaksin tersebut segera ada, karena masih pada tahap uji klinis.
"Kalau menjamin keamanan ke masyarakat itu, ya belum. Masyarakat harus diajak tetap mengikuti protokol kesehatan, bukan sekadar imbauan saja," kata dia.
Baca juga: Kementerian BUMN optimistis uji klinis vaksin COVID-19 akan berhasil
Baca juga: BPOM jamin validitas protokol uji klinis vaksin COVID-19
Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020