Halal Watch dorong evaluasi menyeluruh kinerja BPJPH
25 Juli 2020 11:50 WIB
Arsip Foto. Pelaku usaha Industri Kecil dan Menengah menerima Sertifikat Halal di Bale Asri Pusdai Jabar, Bandung, Jawa Barat. Pemerintah mendorong pelaku usaha mendapatkan sertifikat halal produk. (ANTARA FOTO/AGUS BEBENG)
Jakarta (ANTARA) - Indonesia Halal Watch mendorong pelaksanaan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), yang sudah tiga tahun berdiri namun dinilai belum dapat menjalankan tugas dengan baik.
"Sertifikasi halal bukan menjadi sederhana dan murah, tetapi dirasakan dunia usaha malah semakin sulit diperoleh dan tidak adanya kepastian berapa tarif dari sertifikasi halal. Ironisnya, masyarakat terkena ping pong ketika melakukan registrasi halal," kata Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah dalam keterangan pers organisasi di Jakarta, Sabtu.
BPJPH resmi dibentuk pada 17 Oktober 2017 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Pada 17 Oktober 2019 sertifikasi halal diwajibkan untuk seluruh produk namun BPJPH belum mampu melayani registrasi sertifikasi halal.
Pemerintah kemudian menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 982 tanggal 12 November 2019 tentang layanan sertifikasi halal, yang menurut Ikhsan pada intinya memberikan kembali kewenangan kepada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melayani registrasi dan proses sertifikasi halal.
Namun demikian, Ikhsan mengatakan, sampai sekarang BPJPH belum juga dapat menghasilkan auditor halal yang layak untuk menyelia produk yang diregistrasi guna mendapat sertifikat halal.
Menurut dia, BPJPH mengklaim sudah menelurkan auditor halal tetapi auditor tersebut dinilai belum layak karena tidak memiliki sertifikat dari MUI sebagaimana amanat Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal.
Ikhsan mengatakan bahwa kinerja BPJPH harus dievaluasi secara menyeluruh. Kalau kinerja BPJPH dinilai tidak baik, tidak memberi manfaat dan justru menambahkan beban anggaran, menurut Ikshan, pemerintah bisa membubarkan lembaga itu.
"Atau untuk percepatan pertumbuhan industri halal, maka kalau BPJPH harus dipertahankan karena amanat UU JPH, maka harus dinakhodai oleh kapten yang berpengalaman memimpin badan sertifikasi halal. Atau menempatkan orang-orang yang selama ini memimpin lembaga sertifikasi halal untuk menjadi nakhoda BPJPH," katanya.
Dia mengatakan BPJPH bisa bekerja sama dengan lembaga terkait termasuk MUI dalam memperbaiki kinerja pelayanan sertifikasi halal produk, termasuk di antaranya mencetak auditor, menyiapkan sistem registrasi daring, menyiapkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), serta menyiapkan sumber daya manusia pendukung dan kantor perwakilan di daerah.
Baca juga:
Tunjuk Sucofindo sebagai auditor halal, BPJPH digugat
BPJPH-MUI terus koordinasi sertifikasi halal selama COVID-19
"Sertifikasi halal bukan menjadi sederhana dan murah, tetapi dirasakan dunia usaha malah semakin sulit diperoleh dan tidak adanya kepastian berapa tarif dari sertifikasi halal. Ironisnya, masyarakat terkena ping pong ketika melakukan registrasi halal," kata Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah dalam keterangan pers organisasi di Jakarta, Sabtu.
BPJPH resmi dibentuk pada 17 Oktober 2017 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Pada 17 Oktober 2019 sertifikasi halal diwajibkan untuk seluruh produk namun BPJPH belum mampu melayani registrasi sertifikasi halal.
Pemerintah kemudian menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 982 tanggal 12 November 2019 tentang layanan sertifikasi halal, yang menurut Ikhsan pada intinya memberikan kembali kewenangan kepada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melayani registrasi dan proses sertifikasi halal.
Namun demikian, Ikhsan mengatakan, sampai sekarang BPJPH belum juga dapat menghasilkan auditor halal yang layak untuk menyelia produk yang diregistrasi guna mendapat sertifikat halal.
Menurut dia, BPJPH mengklaim sudah menelurkan auditor halal tetapi auditor tersebut dinilai belum layak karena tidak memiliki sertifikat dari MUI sebagaimana amanat Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal.
Ikhsan mengatakan bahwa kinerja BPJPH harus dievaluasi secara menyeluruh. Kalau kinerja BPJPH dinilai tidak baik, tidak memberi manfaat dan justru menambahkan beban anggaran, menurut Ikshan, pemerintah bisa membubarkan lembaga itu.
"Atau untuk percepatan pertumbuhan industri halal, maka kalau BPJPH harus dipertahankan karena amanat UU JPH, maka harus dinakhodai oleh kapten yang berpengalaman memimpin badan sertifikasi halal. Atau menempatkan orang-orang yang selama ini memimpin lembaga sertifikasi halal untuk menjadi nakhoda BPJPH," katanya.
Dia mengatakan BPJPH bisa bekerja sama dengan lembaga terkait termasuk MUI dalam memperbaiki kinerja pelayanan sertifikasi halal produk, termasuk di antaranya mencetak auditor, menyiapkan sistem registrasi daring, menyiapkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), serta menyiapkan sumber daya manusia pendukung dan kantor perwakilan di daerah.
Baca juga:
Tunjuk Sucofindo sebagai auditor halal, BPJPH digugat
BPJPH-MUI terus koordinasi sertifikasi halal selama COVID-19
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020
Tags: