Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr Susanto mengatakan perlu sinergi sejumlah pihak untuk menuntaskan pola serta layanan rehabilitasi bagi anak-anak korban kekerasan di Tanah Air.


"Termasuk sinergi antara pemerintah dan para dokter anak agar rehabilitasi terhadap mereka yang menjadi korban kekerasan benar-benar tuntas," kata dia di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Sebanyak 47 anak di Bogor alami kekerasan selama 2020


Susanto menilai rehabilitasi tersebut belum tuntas. Apalagi berdasarkan survei yang dilakukan KPAI pada 2019 menunjukkan lembaga rehabilitasi di Indonesia hanya berhasil menuntaskan rehabilitasi terhadap korban kekerasan sebanyak 48 persen.


Artinya, 52 persen anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan mendapat rehabilitasi di lembaga layanan Tanah Air tampaknya memang masih belum tuntas.

Baca juga: Kekerasan pada anak di Sumsel diupayakan terus dicegah


Hal tersebut tentunya penting untuk menjadi perhatian semua pihak. Berdasarkan riset, diketahui sekitar 70 hingga 75 persen anak korban kekerasan baik itu kekerasan seksual maupun lainnya sebenarnya rentan pula menjadi pelaku di kemudian hari jika proses rehabilitasinya tidak tuntas.


"Ini tentu jadi PR besar bagi Indonesia ke depannya sehingga dibutuhkan kerjasama sejumlah pihak dalam menuntaskan layanan rehabilitasi tersebut," ujarnya.


Di satu sisi, ia mengakui walau bagaimanapun, Indonesia sejatinya merupakan salah satu negara yang memiliki komitmen besar terkait tindak perlindungan terhadap anak. Hal itu tidak hanya terlihat secara eksplisit di Undang-Undang Dasar 1945, namun juga dalam undang-undang perlindungan anak serta peraturan menteri lainnya.

Baca juga: Ingrid Kansil soroti angka kekerasan anak yang naik


Namun di sisi lain, perlu pula disadari bahwa Indonesia juga masih menghadapi sejumlah tantangan dan kendala dalam memberikan pelayanan penanganan kasus anak.


Kendala tersebut meliputi keterbatasan sumber daya manusia serta anggaran sehingga kualitas layanan juga mengalami permasalahan-permasalahan baru.


"Jadi kualitas layanan juga, ini karena berbagai hambatan, kendala dan tantangan yang ada," ujarnya.