PB PMII : Hentikan Intimidasi Pers
21 November 2009 23:25 WIB
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Nanan Soekarna (tengah) memberi penjelasan kepada jurnalis yang tergabung dalam Koalisi Anti-Kriminalisasi Pers saat melakukan aksi di Mabes Polri, Jakarta/ilustrasi (ANTARA/Yudhi Mahatma)
Jakarta (ANTARA News) - Sekjen PB Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Zaini Shofari, atas nama organisasinya, di Jakarta, Sabtu, menyatakan agar atas nama demokrasi, para penguasa harus segera menghentikan berbagai bentuk intimidasi kepada pers.
"Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sejatinya pers itu harus dilindungi. Tetapi ironisnya, kian banyak saja insan pers jadi korban akibat intimidasi kekuasaan yang manipulatif," tandasnya kepada ANTARA.
Ia lalu menunjuk kasus terakhir berupa tewasnya seorang reporter dari koran `Radar Bali` di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.
"Peristiwa itu masih begitu hangat, tiba-tiba Mabes Polri melakukan tindakan ceroboh berupa pemanggilan wartawan `Kompas` dan `Seputar Indonesia` untuk sesuatu urusan yang tidak jelas substansinya," katanya.
Bagi PB PMII, menurutnya, tindakan Mabes Polri ini semakin merusak citra kepolisian yang terkesan tidak profesional.
"Jika berkait dengan transkrip rekaman yang telah dibuka pada Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), maka solusinya adalah hak jawab. Kok sepertinya para petinggi tak mengerti hukum dengan memanggil wartawan, tidak menggunakan hak jawab itu," tanyanya.
PB PMII, demikian Zaini Shofari, juga menilai, Mabes Polri seperti mengada-ada dalam kasus pemanggilan wartawan itu.
"Bukankah banyak televisi yang menyiarkan secara langsung rekaman tersebut ke publik," tanyanya lagi.
Ke depan, menurutnya, pers harus didukung serta mendapat perlindungan khusus, karena posisinya sebagai salah satu pilar demokrasi.
"Juga karena, ide, gagasan dan nilai-nilai idealisme yang diperjuangkan semua elemen masyarakat, termasuk mahasiswa per sinergi, di mana pers bisa menjadi sarana penting untuk menyuarakan semua aspirasi rakyat tersebut, terutama dalam menuntut perbaikan dan perubahan untuk bangsa ini, sesuai platform dasar Pancasila, Undang Undang Dasar 1945 serta norma-norma keindonesiaan lainnya," kata Zaini Shofari lagi.(*)
"Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sejatinya pers itu harus dilindungi. Tetapi ironisnya, kian banyak saja insan pers jadi korban akibat intimidasi kekuasaan yang manipulatif," tandasnya kepada ANTARA.
Ia lalu menunjuk kasus terakhir berupa tewasnya seorang reporter dari koran `Radar Bali` di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.
"Peristiwa itu masih begitu hangat, tiba-tiba Mabes Polri melakukan tindakan ceroboh berupa pemanggilan wartawan `Kompas` dan `Seputar Indonesia` untuk sesuatu urusan yang tidak jelas substansinya," katanya.
Bagi PB PMII, menurutnya, tindakan Mabes Polri ini semakin merusak citra kepolisian yang terkesan tidak profesional.
"Jika berkait dengan transkrip rekaman yang telah dibuka pada Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), maka solusinya adalah hak jawab. Kok sepertinya para petinggi tak mengerti hukum dengan memanggil wartawan, tidak menggunakan hak jawab itu," tanyanya.
PB PMII, demikian Zaini Shofari, juga menilai, Mabes Polri seperti mengada-ada dalam kasus pemanggilan wartawan itu.
"Bukankah banyak televisi yang menyiarkan secara langsung rekaman tersebut ke publik," tanyanya lagi.
Ke depan, menurutnya, pers harus didukung serta mendapat perlindungan khusus, karena posisinya sebagai salah satu pilar demokrasi.
"Juga karena, ide, gagasan dan nilai-nilai idealisme yang diperjuangkan semua elemen masyarakat, termasuk mahasiswa per sinergi, di mana pers bisa menjadi sarana penting untuk menyuarakan semua aspirasi rakyat tersebut, terutama dalam menuntut perbaikan dan perubahan untuk bangsa ini, sesuai platform dasar Pancasila, Undang Undang Dasar 1945 serta norma-norma keindonesiaan lainnya," kata Zaini Shofari lagi.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009
Tags: