Semarang (ANTARA News) - Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara mengatakan, pemanggilan dua pimpinan media massa terkait pengaduan Anggodo Widjojo tidak tepat, karena media hanya bersifat menyampaikan informasi, termasuk dalam kasus itu.

"Dua media, yakni Koran Seputar Indonesia dan Harian Kompas justru dipanggil kepolisian untuk dimintai keterangan, karena pengaduan dari Anggodo, ini hal menyedihkan," katanya usai seminar "Evaluasi Peran Media dalam Pemilu 2009" di Hotel Metro Semarang, Sabtu.

Menurut dia, media selama ini hanya berperan sebagai panggung atau cermin yang menyampaikan fakta yang ada, sehingga ketika fakta yang disampaikan tidak sesuai yang diharapkan oleh pihak yang terlihat dalam cermin (media), jangan menyalahkan cerminnya.

Terlebih lagi, kata dia, sebenarnya tidak hanya dua media massa itu yang memuat atau menyiarkan rekaman percakapan telepon yang dilakukan oleh Anggodo dengan beberapa pihak, dan rekaman itu sebelumnya juga telah diputar di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Di tubuh kepolisian sendiri sebenarnya juga ada pergulatan berkaitan dengan pemanggilan dua media itu, terbukti dengan sempat dibatalkannya pemanggilan itu, namun beberapa waktu kemudian pemanggilan kembali dilakukan," katanya.

Sementara itu, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Novel Ali juga menyesalkan tindakan kepolisian terkait pemanggilan dua media tersebut, sebab hal itu justru mengakibatkan kesenjangan hubungan antara kepolisian dengan kalangan media.

"Dalam konteks apa pemanggilan itu, kalau mereka (media, red.) melakukan kesalahan, seperti delik pidana maka pemanggilan itu tepat, namun kalau berkaitan dengan pemberitaan biarlah diselesaikan secara internal, kan ada juga Dewan Pers," katanya.

Ia mengatakan, pemanggilan dua media tersebut juga tidak tepat dilakukan dalam situasi seperti saat ini, sebab opini publik yang berkembang di masyarakat menginginkan agar Anggodo secepatnya diproses, dan dalam situasi seperti ini tidak boleh ada penekanan-penekanan.

"Polri harus pro-aktif mendengarkan opini masyarakat melalui media, jangan bersikap defensif, sebab citra kepolisian tetap bergantung pada media, sehingga antara kepolisian dan media harus sinergis," katanya.

Berkaitan dengan pemanggilan dua media tersebut, kepolisian memang memiliki wewenang seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga pemanggilan itu sebenarnya sudah sesuai peraturan.

"Akan tetapi, kepolisian juga harus mempertimbangkan tindakan yang dilakukan, sebab pemanggilan dua media itu sebenarnya tidak perlu dilakukan, karena yang rugi adalah Polri sendiri," kata Novel.

Sebelumnya, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) Mabes Polri Inspektorat Jenderal (Irjen) Nanan Soekarna mengatakan pemanggilan pimpinan media cetak bukan untuk kepentingan laporan Anggodo Widjojo.

"Saya tegaskan pemanggilan pimpinan media itu tidak ada kaitannya dengan laporan Anggodo," kata Nanan di depan Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (20/11).

Nanan menuturkan pemanggilan pimpinan media cetak justru untuk memformulasikan unsur pidana terhadap Anggodo Widjojo terkait dengan rekaman percakapannya dengan sejumlah aparat penegak hukum.

Nanan menyatakan keterangan dari pimpinan media akan memperkuat sangkaan terhadap Anggodo agar menjadi tersangka.

Penyidik polisi melayangkan surat pemanggilan kepada perusahaan media Harian Kompas dan Seputar Indonesia, Jumat (20/11), untuk menjelaskan pemberitaan pemutaran rekaman percakapan Anggodo dengan sejumlah penegak hukum dari hasil penyadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jenderal bintang dua itu menjelaskan penyidik kepolisian berupaya memformulasikan proses hukum terhadap Anggodo melalui unsur pasal pidana dan alat bukti, salah satunya keterangan saksi dari pimpinan media.

"Jadi pemanggilan ini bukan untuk mengkriminalisasi atau mengintimidasi pers," kata Nanan.(*)