Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 mengajak masyarakat untuk memahami data perkembangan kasus COVID-19 di Indonesia melalui definisi laju insidensi kasus positif.

"Jadi jangan melihat COVID-19 angkanya bulat-bulat mentah penambahan kasus hariannya sekian. Kita juga perlu lihat berdasarkan jumlah penduduk," kata anggota Tim Satgas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan laju insidensi tersebut merupakan jumlah kasus positif yang dibagi dengan jumlah penduduk di suatu tempat.

Baca juga: 77 pasien telah sembuh dari COVID-19 di Aceh

Ia memberikan ilustrasi bahwa jika dua daerah memiliki jumlah kasus positif sama, sedangkan jumlah penduduknya berbeda, bukan berarti suatu daerah tertentu memiliki kondisi yang rentan terhadap penularan COVID-19. Tetapi masyarakat diajak untuk melihat juga jumlah penduduk di daerah tersebut.

"Misalnya di daerah A dan B jumlah kasusnya sama-sama 50 orang. Tapi ternyata di daerah A penduduknya 200 orang sedangkan B hanya 120 orang. Tentu saja jika jumlah angka kasusnya sama namun jumlah penduduknya lebih sedikit, angka laju insidensinya lebih tinggi pada penduduk yang jumlah penduduknya lebih sedikit," katanya.

Dewi juga mengatakan bahwa laju insidensi menjadi salah satu indikator dalam menentukan zonasi daerah terdampak COVID-19.

"Laju Insidensi menjadi salah satu indikator dalam menentukan zonasi daerah terdampak COVID-19, yang sering kita paparkan sebagai peta zonasi risiko daerah," tambah Dewi.

Baca juga: Pasien positif COVID-19 di Kaltim bertambah 30 orang

Indikator laju insidensi, katanya, digunakan untuk melihat daerah mana saja yang penambahan kasusnya lebih cepat sehingga kebijakan dan cara penanganannya dapat disesuaikan dengan potensi penularan yang masih terjadi pada daerah terkait.

"Kami juga melakukan pemantauan terkait kecepatan laju insidensi pada suatu daerah dengan perbandingan, yaitu kecepatan laju insidensi pada minggu berikutnya akan dikurangi laju insidensi pada minggu sebelumnya. Hal ini dapat menjadi gambaran bahwa walaupun kasus positifnya meningkat tapi kecepatan penularan COVID-19 sudah terkendali atau belum," ujar Dewi.

Dewi menegaskan dengan indikator laju insidensi tersebut, masyarakat tidak hanya bisa melihat jumlah angka, tetapi juga dapat menganalisis bagaimana suatu daerah dapat mengendalikan penularan COVID-19.

Dewi juga menyampaikan perkembangan terkini data kota dan kabupaten dengan laju insidensi kasus positif tertinggi per 19 Juli 2020. Saat ini, katanya, Kota Jayapura menjadi kota yang memiliki laju insidensi kasus positif tertinggi, diikuti oleh Kota Semarang, Jakarta Pusat, Bangli dan Kota Banjarbaru.

Selain itu, ia juga mengatakan ada 188 kabupaten/kota yang tidak mencatatkan penambahan kasus dalam waktu satu pekan.

Dewi mengajak masyarakat untuk tetap berhati-hati dan waspada serta selalu mengikuti info terkait COVID-19 di portal covid19.go.id.

Baca juga: Warga Kabupaten Madiun positif COVID-19 bertambah jadi 44 orang
Baca juga: Kasus COVID-19 di Sumut tembus tiga ribu lebih
Baca juga: Ibu hamil di Batam positif COVID-19