Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan alat bukti penuntutan terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Chandra M Hamzah cukup kuat namun itu tidak ditunjukkan dalam berkas acara.
"Alat buktinya kuat tapi belum ditunjukkan dalam berkas acara," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Didiek Darmanto, di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, pimpinan KPK nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit S Rianto, dikenakan sangkaan pasal pemerasan dan penyalahgunaan wewenang oleh penyidik Polri.
Namun, Tim Delapan memberikan rekomendasi bahwa kasus itu tidak bisa dinaikkan ke pengadilan, hingga memberikan rekomendasi yakni dengan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Surat Keterangan Pemberhentian Penuntutan (SKP2) dan penghentian penyidikan demi kepentingan umum (deponering).
Kapuspenkum menyatakan untuk mengeluarkan SKP2, mengacu kepada Pasal 140 KUHAP bahwa perkara dapat dihentikan apabila memenuhi unsur tidak cukup bukti, tidak ditemukan tindak pidana, dan ditutup demi hukum.
"Padahal, alat buktinya kuat. Kalau ditutup demi hukum jika perkara itu telah kedaluwarsa atau tersangkanya meninggal dunia," katanya.
Sedangkan penggunaan deponering, kata dia, mengacu Pasal 35 huruf c UU No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara hingga masyarakat luas.
"Nah, siapa yang berkepentingan untuk menentukan kepetingan umum? Saat ini belum ada lembaga atau institusi yang ditunjuk. Jaksa Agung juga menyatakan, masyarakat luas itu siapa? Apa ditentukan oleh MA atau hasil polling? Jadi, belum bisa dirumuskan kepentingan umum itu seperti apa," katanya.
Oleh karena itu, dia menyatakan presiden memberikan kesempatan kepada jaksa agung dan kapolri untuk mengkaji rekomendasi tersebut sampai Sabtu (21/11).
"Presiden memberi kesempatan kepada Jaksa Agung dan Kapolri untuk mengkaji sampai Sabtu (21/11)," katanya. (*)
Kejagung: Alat Bukti Chandra Cukup Kuat
20 November 2009 16:21 WIB
(ANTARATV)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009
Tags: