Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda mempertanyakan dua organisasi yakni Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation menjadi mitra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam Program Organisasi Penggerak.

"Dua entitas ini masuk dalam kategori Gajah yang bisa mendapatkan hibah hingga Rp20 miliar per tahun. Kami tidak memungkiri jika Program Organisasi Penggerak (POP) bisa diikuti oleh siapapun yang memenuhi persyaratan. Kendati demikian harus digarisbawahi bahwa POP juga merupakan upaya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat khususnya yang bergerak di bidang pendidikan," ujar Huda dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Kemendikbud dukung ormas pendidikan lebih berdaya melalui Program POP

Huda menjelaskan semangat POP merupakan upaya untuk melibatkan entitas-entitas masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan dalam meningkatkan kapasitas tenaga pendidik di Indonesia.

Untuk mendukung program itu maka Kemendikbud mengalokasikan anggaran hampir Rp600 miliar. Anggaran tersebut akan dibagikan untuk membiayai pelatihan atau peningkatan kapasitas yang diadakan organisasi masyarakat yang terpilih.

"Proses rekruitmen organisasi penggerak ini telah dilakukan. Berdasarkan data yang kami terima ada 156 ormas yang dinyatakan lolos verifikasi dengan 183 proposal jenis kegiatan,” kata dia.

Berdasarkan data tersebut, kata Huda juga diketahui jika Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation termasuk dua dari 156 ormas yang lolos sebagai Organisasi Penggerak.

Baca juga: Kemendikbud targetkan POP jangkau 70.000 guru dan 12.000 sekolah

Mereka masuk Organisasi Penggerak dengan Kategori Gajah. Untuk kategori ini organisasi penggerak bisa mendapatkan alokasi anggaran hingga Rp20 miliar per tahun dengan sasaran lebih dari 100 sekolah baik jenjang PAUD/SD/SMP.

"Dengan demikian Sampoerna Foundation maupun Tanoto Foundation masing-masing bisa mendapatkan anggaran hingga Rp20 miliar untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para guru penggerak di lebih 100 sekolah," jelas dia.

Huda merasa aneh ketika yayasan-yayasan dari perusahaan raksasa bisa menerima anggaran dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan guru. Menurut dia, yayasan-yayasan tersebut didirikan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR.

Seharusnya semangat CSR mengalokasikan anggaran dari internal perusahaan untuk membiayai kegiatan yang menjadi kepedulian perusahaan dalam memberdayakan masyarakat.

"Lha ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya sebagai CSR, Yayasan-yayasan perusahaan tersebut bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri,” pungkas dia.

POP merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud. Program itu bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.

Baca juga: IGI katakan lebih baik anggaran Organisasi Penggerak yang dipotong

Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.

Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih. Organisasi yang terpilih dibagi kategori III yakni Gajah, Macan, dan Kijang.

Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp20 miliar/tahun, Macan Rp5 miliar per tahun, dan Kijang Rp1 miliar per tahun.

Direktur Komunikasi Tanoto Foundation, Haviez Gautama, mengatakan Tanoto Foundation bukan CSR, karena tidak menggunakan dana operasional perusahaan dan dikelola secara independen dan terpisah dari kegiatan bisnis.

"Kami dipilih menjadi salah satu pelaksana POP berdasarkan hasil seleksi," kata Haviez.

Baca juga: Kemendikbud targetkan Organisasi Penggerak jangkau 5.000 sekolah