Presiden ingin penanganan TBC dan COVID-19 dilakukan bersamaan
21 Juli 2020 10:50 WIB
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kedua kanan) memimpin rapat kabinet terbatas (ratas) mengenai Percepatan Eliminasi Tuberkulosis (TBC) di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (21/7/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo ingin penanganan penyakit tuberkulosis (TBC) dan COVID-19 dilakukan secara bersamaan.
"Kita sudah memiliki model untuk COVID-19 yaitu pelacakan secara agresif untuk menemukan di mana mereka, kita mungkin nebeng (penanganan) COVID-19 ini agar kita juga melacak yang (menderita) TBC," katanya di Istana Merdeka Jakarta, Selasa, dalam rapat terbatas mengenai percepatan eliminasi TBC.
"Kita harus tahu ada 845 (ribu) penduduk penderita TBC dan yang ternotifikasi baru 562 ribu sehingga yang belum terlaporkan masih kurang lebih 33 persen ini hati-hati," katanya dalam rapat yang dihadiri oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin serta menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju.
Presiden mengingatkan bahwa pemerintah terus berupaya menekan kasus TBC dan menargetkan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit tersebut pada 2030.
"Untuk mencapainya saya minta diperhatikan beberapa hal dan saya kira seperti yang kita lakukan sekarang ini untuk COVID-19. Saya tidak tahu apakah ini bisa ditumpangkan di COVID-19 grup sehingga kendaraannya sama, kalau kita bisa menyelesaikan dua hal yang penting bagi kesehatan rakyat kita, saya yakin bisa lebih mempercepat," katanya.
Ia mengatakan bahwa menurut data pemerintah pada 2017 ada 165 ribu orang meninggal dunia karena tuberkulosis di Indonesia dan pada 2018 jumlah orang Indonesia yang meninggal dunia karena penyakit itu masih 98 ribu.
"Perlu kita ketahui 75 persen pasien TBC adalah kelompok produktif, artinya di usia produktif 15 sampai 55 tahun, ini yang juga harus kita waspadai," katanya.
Presiden mengatakan bahwa pelayanan diagnostik dan pengobatan TBC harus diselenggarakan dengan baik.
"Stok obat-obatan harus dipastikan tersedia, kalau perlu butuh perpres (peraturan presiden) atau permen (peraturan menteri) segera terbitkan," katanya.
"Prinsip kita sejak awal segera temukan, obati, itu yang dilakukan, seperti yang kita kerjakan pada COVID-19. Ini saya kira kita copy untuk TBC," ia menambahkan.
Presiden juga mengemukakan pentingnya upaya preventif dan promotif lintas sektor dalam penanganan tuberkulosis.
"Termasuk dari sisi infrastruktur, semuanya harus dikerjakan, terutama untuk tempat tinggal, rumah lembab tanpa cahaya matahari, kurang ventilasi terutama tempat-tempat yang padat, kepadatan lingkungan ini betul-betul sangat berpengaruh terhadap penularan antar-individu," katanya.
Presiden menginstruksikan kepada Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk bekerja sama menekan penularan TBC.
Baca juga:
Presiden ingatkan Indonesia peringkat tiga dunia penderita TBC
Pasien TBC harus lebih waspadai COVID-19
"Kita sudah memiliki model untuk COVID-19 yaitu pelacakan secara agresif untuk menemukan di mana mereka, kita mungkin nebeng (penanganan) COVID-19 ini agar kita juga melacak yang (menderita) TBC," katanya di Istana Merdeka Jakarta, Selasa, dalam rapat terbatas mengenai percepatan eliminasi TBC.
"Kita harus tahu ada 845 (ribu) penduduk penderita TBC dan yang ternotifikasi baru 562 ribu sehingga yang belum terlaporkan masih kurang lebih 33 persen ini hati-hati," katanya dalam rapat yang dihadiri oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin serta menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju.
Presiden mengingatkan bahwa pemerintah terus berupaya menekan kasus TBC dan menargetkan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit tersebut pada 2030.
"Untuk mencapainya saya minta diperhatikan beberapa hal dan saya kira seperti yang kita lakukan sekarang ini untuk COVID-19. Saya tidak tahu apakah ini bisa ditumpangkan di COVID-19 grup sehingga kendaraannya sama, kalau kita bisa menyelesaikan dua hal yang penting bagi kesehatan rakyat kita, saya yakin bisa lebih mempercepat," katanya.
Ia mengatakan bahwa menurut data pemerintah pada 2017 ada 165 ribu orang meninggal dunia karena tuberkulosis di Indonesia dan pada 2018 jumlah orang Indonesia yang meninggal dunia karena penyakit itu masih 98 ribu.
"Perlu kita ketahui 75 persen pasien TBC adalah kelompok produktif, artinya di usia produktif 15 sampai 55 tahun, ini yang juga harus kita waspadai," katanya.
Presiden mengatakan bahwa pelayanan diagnostik dan pengobatan TBC harus diselenggarakan dengan baik.
"Stok obat-obatan harus dipastikan tersedia, kalau perlu butuh perpres (peraturan presiden) atau permen (peraturan menteri) segera terbitkan," katanya.
"Prinsip kita sejak awal segera temukan, obati, itu yang dilakukan, seperti yang kita kerjakan pada COVID-19. Ini saya kira kita copy untuk TBC," ia menambahkan.
Presiden juga mengemukakan pentingnya upaya preventif dan promotif lintas sektor dalam penanganan tuberkulosis.
"Termasuk dari sisi infrastruktur, semuanya harus dikerjakan, terutama untuk tempat tinggal, rumah lembab tanpa cahaya matahari, kurang ventilasi terutama tempat-tempat yang padat, kepadatan lingkungan ini betul-betul sangat berpengaruh terhadap penularan antar-individu," katanya.
Presiden menginstruksikan kepada Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk bekerja sama menekan penularan TBC.
Baca juga:
Presiden ingatkan Indonesia peringkat tiga dunia penderita TBC
Pasien TBC harus lebih waspadai COVID-19
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020
Tags: