Pakar: Produk tembakau alternatif perlu dukungan pemerintah
20 Juli 2020 19:12 WIB
Pekerja meracik cairan rokok elektronik (vape) di industri kawasan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (26/11/2019). Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia akan mendorong pembuatan good manufacturing proccess terkait proses produksi cairan nikotin murni kepada Kementerian Perindustrian. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/pras.
Jakarta (ANTARA) - Penggunaan produk tembakau alternatif membutuhkan dukungan pemerintah sebagai bentuk keseriusan dalam menyikapi permasalahan yang timbul dari kebiasaan merokok.
Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo menyatakan, dukungan tersebut berupa kajian ilmiah menyeluruh, regulasi yang tepat berdasarkan fakta ilmiah hingga dukungan politik sehingga memaksimalkan pemanfaatan produk ini dalam mengurangi jumlah perokok yang tinggi.
"Dukungan politik yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan mendorong inisiasi kajian ilmiah di dalam negeri," katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Indonesia, lanjutnya, belum banyak melakukan penelitian terhadap produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik, sehingga publik belum mendapatkan informasi yang komprehensif.
Baca juga: Pemerintah diminta realisasikan regulasi produk tembakau alternatif
"Pemerintah bisa mengambil contoh dari Inggris, Korea Selatan, dan Selandia Baru, yang sudah lebih dulu melakukan penelitian," katanya.
Dalam mendorong kajian ilmiah, lanjut Bimmo, pemerintah juga harus menggandeng para pemangku kepentingan terkait, seperti Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Perindustrian, perguruan tinggi, praktisi kesehatan, pelaku usaha, asosiasi, konsumen, serta petani tembakau.
"Kami menunggu adanya kerja sama pemerintah dan semua stakeholder, karena ini tidak bisa ditanggung sendiri. Dari sini, pemerintah bisa membuat rencana ke depan tentang pengurangan risiko tembakau," ujarnya.
Baca juga: Pengamat: Jika terbukti kecil risiko, cukai HPTL bisa lebih rendah
Setelah mendapatkan hasil kajian ilmiah komprehensif, tambahnya, langkah politik selanjutnya yang harus dilakukan pemerintah adalah menerbitkan regulasi khusus produk tembakau alternatif.
"Jadi yang sudah ada penelitian dan aturannya yang sudah bagus itu Inggris, Jepang, dan Selandia Baru. Hal ini menjadi perhatian kami, ketika penggunaannya makin banyak tapi regulasinya belum ada," katanya.
Dengan regulasi berbasis penelitian, dia berharap, pengenaan tarif cukai terhadap produk tembakau alternatif juga dapat disesuaikan dengan profil risiko dari produk tersebut.
Sebab, tambahnya, fungsi cukai adalah untuk mengatur eksternalitas negatif yang timbul dari suatu produk. Tarif cukai untuk produk yang masuk dalam kategori Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) ini harusnya lebih rendah karena risikonya juga terbukti lebih rendah dibandingkan rokok.
Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo menyatakan, dukungan tersebut berupa kajian ilmiah menyeluruh, regulasi yang tepat berdasarkan fakta ilmiah hingga dukungan politik sehingga memaksimalkan pemanfaatan produk ini dalam mengurangi jumlah perokok yang tinggi.
"Dukungan politik yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan mendorong inisiasi kajian ilmiah di dalam negeri," katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Indonesia, lanjutnya, belum banyak melakukan penelitian terhadap produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik, sehingga publik belum mendapatkan informasi yang komprehensif.
Baca juga: Pemerintah diminta realisasikan regulasi produk tembakau alternatif
"Pemerintah bisa mengambil contoh dari Inggris, Korea Selatan, dan Selandia Baru, yang sudah lebih dulu melakukan penelitian," katanya.
Dalam mendorong kajian ilmiah, lanjut Bimmo, pemerintah juga harus menggandeng para pemangku kepentingan terkait, seperti Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Perindustrian, perguruan tinggi, praktisi kesehatan, pelaku usaha, asosiasi, konsumen, serta petani tembakau.
"Kami menunggu adanya kerja sama pemerintah dan semua stakeholder, karena ini tidak bisa ditanggung sendiri. Dari sini, pemerintah bisa membuat rencana ke depan tentang pengurangan risiko tembakau," ujarnya.
Baca juga: Pengamat: Jika terbukti kecil risiko, cukai HPTL bisa lebih rendah
Setelah mendapatkan hasil kajian ilmiah komprehensif, tambahnya, langkah politik selanjutnya yang harus dilakukan pemerintah adalah menerbitkan regulasi khusus produk tembakau alternatif.
"Jadi yang sudah ada penelitian dan aturannya yang sudah bagus itu Inggris, Jepang, dan Selandia Baru. Hal ini menjadi perhatian kami, ketika penggunaannya makin banyak tapi regulasinya belum ada," katanya.
Dengan regulasi berbasis penelitian, dia berharap, pengenaan tarif cukai terhadap produk tembakau alternatif juga dapat disesuaikan dengan profil risiko dari produk tersebut.
Sebab, tambahnya, fungsi cukai adalah untuk mengatur eksternalitas negatif yang timbul dari suatu produk. Tarif cukai untuk produk yang masuk dalam kategori Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) ini harusnya lebih rendah karena risikonya juga terbukti lebih rendah dibandingkan rokok.
Pewarta: Subagyo
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: