Mahasiswa Tantang KPK-Polisi Tangkap Mafia Peradilan
16 November 2009 20:45 WIB
Massa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Pejuang Keadilan (BEM-PK) berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (16/11). Mereka meminta KPK dan Polri memprioritaskan kepentingan nasional, dan mengecam mafia hukum di Indonesia. (ANTARA/Puspa Perwitasari )
Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Pejuang Keadilan, Ahmad Husni, menantang dua lembaga penegakkan hukum, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri, untuk membuktikan mampu menangkap mafia peradilan.
"Tak ada waktu untuk berdebat. Rakyat mulai lelah dan harus segera akhiri konflik KPK-Polri sekarang juga! Kedua lembaga itu harus membuktikan di depan rakyat bahwa mereka mampu membekuk mafia hukum dan koruptor," katanya, Senin.
Ahmad menilai, dua institusi yang seharusnya bekerjasama membasmi korupsi, ternyata malah terjebak untuk saling serang tanpa ujung.
"Ego institusi justru malah menarik mundur kampanye anti-korupsi yang sudah mulai tegak sejak 2004 lalu. Bukan hanya itu, perseteruan lembaga penegak hukum ini sangat berbahaya, karena berpotensi membunuh gerakan anti-korupsi itu sendiri," tambahnya.
Oleh karena itu, kata Ahmad, mahasiswa lebih mendorong Gerakan Ganyang Mafia Hukum. "Program ini lebih konkret dan agenda pemerintah dalam program 100 hari Kabinet SBY-Boediono."
Ahmad menilai, konflik KPK-Polri hanya menguntungkan koruptor, sementara konflik KPK-Polri adalah dampak dari bobroknya mental penegak hukum kita.
"Mereka dapat dengan mudah diatur oleh mafia hukum, terutama pengusaha hitam yang tak pernah puas menghisap uang rakat," tuturnya seraya menyorot sosok Anggodo Widjoyo yang disebutnya seolah tak tersentuh hukum.
"Anggodo hanyalah puncak gunung es dari ?dominasi? mafia hukum atas oknum aparat penegak keadilan,"imbuhnya.
Selain pengusaha hitam, mafia hukum lain yang harus diberantas adalah makelar kasus (Markus), pelaku suap-menyuap, pemerasan, jual beli perkara, pengancam saksi, pelaku pungli dan birokrat hitam.
BEM-PK didukung sejumlah perguruan tinggi, yaitu Institut Pertanian Bogor, Universitas Jayabaya, Universitas Hamka, Univertias Jakarta, Universitas Islam Jakarta, Universitas Borobudur, Universitas Gunadarma
Lalu, Universitas Pancasila, Universitas Nasional, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Institut Sains dan Teknologi Nasional, Universitas Sahid, STIE Perbanas, Universitas Indraprasta PGRI dan Universitas Pakuan Bogor. (*)
"Tak ada waktu untuk berdebat. Rakyat mulai lelah dan harus segera akhiri konflik KPK-Polri sekarang juga! Kedua lembaga itu harus membuktikan di depan rakyat bahwa mereka mampu membekuk mafia hukum dan koruptor," katanya, Senin.
Ahmad menilai, dua institusi yang seharusnya bekerjasama membasmi korupsi, ternyata malah terjebak untuk saling serang tanpa ujung.
"Ego institusi justru malah menarik mundur kampanye anti-korupsi yang sudah mulai tegak sejak 2004 lalu. Bukan hanya itu, perseteruan lembaga penegak hukum ini sangat berbahaya, karena berpotensi membunuh gerakan anti-korupsi itu sendiri," tambahnya.
Oleh karena itu, kata Ahmad, mahasiswa lebih mendorong Gerakan Ganyang Mafia Hukum. "Program ini lebih konkret dan agenda pemerintah dalam program 100 hari Kabinet SBY-Boediono."
Ahmad menilai, konflik KPK-Polri hanya menguntungkan koruptor, sementara konflik KPK-Polri adalah dampak dari bobroknya mental penegak hukum kita.
"Mereka dapat dengan mudah diatur oleh mafia hukum, terutama pengusaha hitam yang tak pernah puas menghisap uang rakat," tuturnya seraya menyorot sosok Anggodo Widjoyo yang disebutnya seolah tak tersentuh hukum.
"Anggodo hanyalah puncak gunung es dari ?dominasi? mafia hukum atas oknum aparat penegak keadilan,"imbuhnya.
Selain pengusaha hitam, mafia hukum lain yang harus diberantas adalah makelar kasus (Markus), pelaku suap-menyuap, pemerasan, jual beli perkara, pengancam saksi, pelaku pungli dan birokrat hitam.
BEM-PK didukung sejumlah perguruan tinggi, yaitu Institut Pertanian Bogor, Universitas Jayabaya, Universitas Hamka, Univertias Jakarta, Universitas Islam Jakarta, Universitas Borobudur, Universitas Gunadarma
Lalu, Universitas Pancasila, Universitas Nasional, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Institut Sains dan Teknologi Nasional, Universitas Sahid, STIE Perbanas, Universitas Indraprasta PGRI dan Universitas Pakuan Bogor. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009
Tags: