DPR minta pemerintah rancang kebijakan fiskal ekspansif-konsolidatif
20 Juli 2020 11:04 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/7/2020). Rapat tersebut terkait penyampaian dan pengesahan RAPBN 2021 dan RKP Tahun 2021. ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah minta pemerintah untuk merancang kebijakan fiskal ekspansi-konsolidatif dalam merumuskan RAPBN 2021 agar memiliki efek yang lebih "nendang" dan membangkitkan ekonomi.
Untuk memastikan kebijakan tersebut berdampak optimal, lanjut Said, maka desain RAPBN 2021 harus mampu menjawab berbagai tantangan yang muncul pada 2021 dan berhasilnya capaian target ekonomi pada 2020.
"Disiplin fiskal dibutuhkan karena pemulihan ekonomi memerlukan kredibilitas APBN," ujar Said dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Untuk menopang itu, cangkang kebijakan makro terutama struktur APBN harus berani ekspansif. Oleh karena itu, lanjut Said, ruang fiskal bisa diperluas dengan dukungan kebijakan utang yang dinaikkan, dari 34 persen menjadi 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan defisit fiskal pada kisaran 5,2 persen.
"Target pertumbuhan ekonomi 5 persen sebagaimana yang menjadi target pemerintah harus disokong dengan ruang fiskal yang lebih longgar dari tahun ini," katanya.
Ia mengatakan, perekonomian Indonesia masih penuh tantangan besar pada 2021. Bahkan dampak pandemi COVID-19 diperkirakan masih menghantam perekonomian global, termasuk perekonomian nasional.
Kondisi tersebut menyebabkan sektor swasta terpuruk. Dengan terpukulnya sektor riil, maka otomatis belanja pemerintah menjadi andalan.
"Walaupun situasi tahun depan kemungkinan besar tantangannya tidak seberat tahun ini, namun tahun 2021 tetap membutuhkan dukungan besar kebijakan fiskal," ujar Said.
Baca juga: Pemerintah dan DPR sepakati asumsi makro RAPBN 2021
Baca juga: Sri Mulyani usul perubahan asumsi dasar APBN 2021, dari SPN ke SBN
Baca juga: Kemenkeu: Ada pos belanja antisipatif 2021 untuk stimulus masyarakat
Politisi senior PDI Perjuangan itu lalu mengidentifikasi lima tantangan yang harus dihadapi pada 2021. Pertama, keberhasilan penanganan pandemi COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2020, menjadi prasyarat dalam menyusun kebijakan RAPBN Tahun 2021.
Salah satu kunci untuk mencapai keberhasilan, lanjutnya, adalah efektifitas penggunaan anggaran yang sudah dialokasikan.
Untuk itu, pemerintah perlu memperbaiki realisasi penyerapan anggaran penanganan COVID-19 yang masih rendah. Realisasi per 1 Juli 2020 masih sebesar Rp127,4 triliun atau setara dengan 18,3 persen dari alokasi total dukungan fiskal penanganan COVIF-19 sebesar Rp695,2 triliun.
Pemerintah dinilai harus meminimalisasi setiap kendala yang dihadapi selama semester I-2020, sehingga akselerasi dan optimalisasi penyerapan anggaran pada semester II-2020 bisa lebih baik.
"Belanja tahun 2020 harus menunjukkan hasil yang menjadi sasarannya, terutama mampu menggerakkan sektor riil, setidaknya pada level UMKM yang berkontribusi sebesar 60 persen PDB kita," kata Ketua DPP PDIP Bidang Perekonomian itu.
Kedua, soliditas dan sinergi otoritas fiskal dan moneter harus tetap terjaga dengan baik. Hal ini sangat penting untuk memastikan keberlangsungan program PEN.
Salah satunya adalah memastikan kebijakan berbagi beban (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan anggaran barang publik (public goods) dan barang non-publik (non-public goods), terlaksana secara adil, transparan dan berkelanjutan.
Kebijakan tersebut diharapkan akan memberikan ruang fiskal yang lebih lebar kepada pemerintah dengan tetap menjaga kredibilitas sektor moneter yang prudent, dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
"BI bisa terlibat lebih dalam pada sektor riil, dengan memberikan dukungan kebijakan pada sektor UMKM, dari hulu hingga ke hilir," ujarnya.
Ketiga, perluasan inklusi keuangan untuk UMKM, sehingga likuiditas UMKM tidak semata bertumpu pada perbankan dan insentif fiskal pemerintah.
Salah satu alternatifnya adalah memperluas basis pembiayaan UMKM dengan membuka opsi pasar modal “di skala UMKM”.
"Dengan catatan, keuangan dan usaha yang sehat pada UMKM. Bila UMKM sehat sesungguhnya sangat layak mendapatkan perluasan pembiayaan dari pasar modal," kata Said.
Keempat, desain belanja program pada RAPBN 2021 harus mampu menjawab permasalahan yang harus diintervensi.
"Menjaga daya beli masyarakat lapis bawah, perluasan basis ekspor yang tidak hanya menggantungkan pada komoditas, dan memperluas lapangan kerja yang kompatibel dengan angkatan kerja kita dengan me-leverage usaha UMKM," ujar politisi asal Madura itu.
Kelima, memitigasi dampak eksternal, khususnya ketegangan kawasan di Laut Cina Selatan, dan di Teluk, perang dagang Amerika Serikat dan China, belum pulihnya resesi global, terutama di negara negara tujuan ekspor dan impor, dan kebijakan The Fed yang berdampak pada sektor moneter.
"Bila keserempakan agenda tersebut dilaksanakan secara disiplin, penuh kepatuhan dan evaluasi yang tepat, saya yakin, kebijakan fiskal ekspansif-konsolidatif akan mempercepat pemulihan ekonomi kita pada 2021, bahkan capaian capaian ekonomi yang ditargetkan sangat mungkin terealisasi," ujar Said.
Baca juga: Menkeu sebut opini WTP beri keyakinan atas pengelolaan APBN
Baca juga: Sri Mulyani paparkan tiga skema bagi beban dengan BI atasi COVID-19
Baca juga: Pemerintah pastikan pengendalian risiko utang tidak ganggu APBN
Untuk memastikan kebijakan tersebut berdampak optimal, lanjut Said, maka desain RAPBN 2021 harus mampu menjawab berbagai tantangan yang muncul pada 2021 dan berhasilnya capaian target ekonomi pada 2020.
"Disiplin fiskal dibutuhkan karena pemulihan ekonomi memerlukan kredibilitas APBN," ujar Said dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Untuk menopang itu, cangkang kebijakan makro terutama struktur APBN harus berani ekspansif. Oleh karena itu, lanjut Said, ruang fiskal bisa diperluas dengan dukungan kebijakan utang yang dinaikkan, dari 34 persen menjadi 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan defisit fiskal pada kisaran 5,2 persen.
"Target pertumbuhan ekonomi 5 persen sebagaimana yang menjadi target pemerintah harus disokong dengan ruang fiskal yang lebih longgar dari tahun ini," katanya.
Ia mengatakan, perekonomian Indonesia masih penuh tantangan besar pada 2021. Bahkan dampak pandemi COVID-19 diperkirakan masih menghantam perekonomian global, termasuk perekonomian nasional.
Kondisi tersebut menyebabkan sektor swasta terpuruk. Dengan terpukulnya sektor riil, maka otomatis belanja pemerintah menjadi andalan.
"Walaupun situasi tahun depan kemungkinan besar tantangannya tidak seberat tahun ini, namun tahun 2021 tetap membutuhkan dukungan besar kebijakan fiskal," ujar Said.
Baca juga: Pemerintah dan DPR sepakati asumsi makro RAPBN 2021
Baca juga: Sri Mulyani usul perubahan asumsi dasar APBN 2021, dari SPN ke SBN
Baca juga: Kemenkeu: Ada pos belanja antisipatif 2021 untuk stimulus masyarakat
Politisi senior PDI Perjuangan itu lalu mengidentifikasi lima tantangan yang harus dihadapi pada 2021. Pertama, keberhasilan penanganan pandemi COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2020, menjadi prasyarat dalam menyusun kebijakan RAPBN Tahun 2021.
Salah satu kunci untuk mencapai keberhasilan, lanjutnya, adalah efektifitas penggunaan anggaran yang sudah dialokasikan.
Untuk itu, pemerintah perlu memperbaiki realisasi penyerapan anggaran penanganan COVID-19 yang masih rendah. Realisasi per 1 Juli 2020 masih sebesar Rp127,4 triliun atau setara dengan 18,3 persen dari alokasi total dukungan fiskal penanganan COVIF-19 sebesar Rp695,2 triliun.
Pemerintah dinilai harus meminimalisasi setiap kendala yang dihadapi selama semester I-2020, sehingga akselerasi dan optimalisasi penyerapan anggaran pada semester II-2020 bisa lebih baik.
"Belanja tahun 2020 harus menunjukkan hasil yang menjadi sasarannya, terutama mampu menggerakkan sektor riil, setidaknya pada level UMKM yang berkontribusi sebesar 60 persen PDB kita," kata Ketua DPP PDIP Bidang Perekonomian itu.
Kedua, soliditas dan sinergi otoritas fiskal dan moneter harus tetap terjaga dengan baik. Hal ini sangat penting untuk memastikan keberlangsungan program PEN.
Salah satunya adalah memastikan kebijakan berbagi beban (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan anggaran barang publik (public goods) dan barang non-publik (non-public goods), terlaksana secara adil, transparan dan berkelanjutan.
Kebijakan tersebut diharapkan akan memberikan ruang fiskal yang lebih lebar kepada pemerintah dengan tetap menjaga kredibilitas sektor moneter yang prudent, dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
"BI bisa terlibat lebih dalam pada sektor riil, dengan memberikan dukungan kebijakan pada sektor UMKM, dari hulu hingga ke hilir," ujarnya.
Ketiga, perluasan inklusi keuangan untuk UMKM, sehingga likuiditas UMKM tidak semata bertumpu pada perbankan dan insentif fiskal pemerintah.
Salah satu alternatifnya adalah memperluas basis pembiayaan UMKM dengan membuka opsi pasar modal “di skala UMKM”.
"Dengan catatan, keuangan dan usaha yang sehat pada UMKM. Bila UMKM sehat sesungguhnya sangat layak mendapatkan perluasan pembiayaan dari pasar modal," kata Said.
Keempat, desain belanja program pada RAPBN 2021 harus mampu menjawab permasalahan yang harus diintervensi.
"Menjaga daya beli masyarakat lapis bawah, perluasan basis ekspor yang tidak hanya menggantungkan pada komoditas, dan memperluas lapangan kerja yang kompatibel dengan angkatan kerja kita dengan me-leverage usaha UMKM," ujar politisi asal Madura itu.
Kelima, memitigasi dampak eksternal, khususnya ketegangan kawasan di Laut Cina Selatan, dan di Teluk, perang dagang Amerika Serikat dan China, belum pulihnya resesi global, terutama di negara negara tujuan ekspor dan impor, dan kebijakan The Fed yang berdampak pada sektor moneter.
"Bila keserempakan agenda tersebut dilaksanakan secara disiplin, penuh kepatuhan dan evaluasi yang tepat, saya yakin, kebijakan fiskal ekspansif-konsolidatif akan mempercepat pemulihan ekonomi kita pada 2021, bahkan capaian capaian ekonomi yang ditargetkan sangat mungkin terealisasi," ujar Said.
Baca juga: Menkeu sebut opini WTP beri keyakinan atas pengelolaan APBN
Baca juga: Sri Mulyani paparkan tiga skema bagi beban dengan BI atasi COVID-19
Baca juga: Pemerintah pastikan pengendalian risiko utang tidak ganggu APBN
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020
Tags: