Jakarta (ANTARA News) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menyambut Hari Pers Nasional (HPN) pada 9 Februari 2010 mengadakan lomba penulisan dan fotografi bidang jurnalistik bertema “Kemanusiaan" dan "Demokrasi” yang terbuka bagi seluruh wartawan Warga Negara Indonesia (WNI), serta tajuk media massa berhadiah total Rp250 juta.
Anugerah Jurnalistik ADINEGORO merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) atas karya jurnalistik di bidang pembangunan nasional yang penyerahannya dikaitkan dengan Hari Pers Nasional (HPN) pada 9 Februari.
Kategori anugerah yang dilombakan dan masing-masing berhadiah senilai Rp50 juta adalah
1. Anugerah Jurnalistik ADINEGORO 2009 untuk karya tulis jurnalistik tema KEMANUSIAAN.
2. Anugerah Jurnalistik ADINEGORO 2009 untuk karya tulis jurnalistik tema DEMOKRASI.
3. Anugerah Jurnalistik ADINEGORO 2009 untuk karya foto jurnalistik tema KEMANUSIAAN.
4. Anugerah Jurnalistik ADINEGORO 2009 untuk karya foto jurnalistik tema DEMOKRASI.
5. Anugerah Jurnalistik ADINEGORO 2009 untuk karya tulis tajuk media massa.
Lomba penulisan dan foto ini bertujuan meningkatkan rasa kemanusiaan, kebersamaan, dan kepedulian di semua lini kehidupan sosial. Selain itu, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ingin meningkatkan solidaritas insan pers dan masyarakat melalui bidang penulisan dan foto jurnalistik.
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang menjadi organisasi profesi pers tertua di Indonesia –didirikan di Solo, Jawa Tengah, oleh para penggerak perjuangan kemerdekaan pers nasional pada 9 Februari 1946--- dan memayungi sekira 14.000 wartawan nasional senantiasa berupaya menegakkan kemerdekaan pers dan mengembangkan fungsi institusi pers sebagai pemberi informasi, pendidik, menghibur dan pengontrol kehidupan sosial.
Oleh karena itu, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) juga mengemban peran pers pembangunan bagi masyarakat Indonesia, agar lebih cerdas mendapatkan data, fakta dan nara sumber, kemudian mengolahnya menjadi berita tercepat, terakurat dan terlengkap, agar tidak sekadar menjadi penonton di tengah kemajuan dan perubahan zaman. Hal ini sudah dicita-citakan oleh ADINEGORO, salah seorang tokoh pembangunan pers nasional.
Djamaluddin ADINEGORO lebih dikenal dengan nama ADINEGORO, ketimbang Djamaluddin Gelar Datuk Maradjo Sutan yang diberikan ayahnya, adalah tokoh yang tidak dapat dipisahkan dari perjalanan pers nasional.
Tokoh pers nasional yang dilahirkan di Talawi, Sumatera Barat, pada 14 Agustus 1904 dan wafat di Jakarta 8 Januari 1967 itu, mengeyam pendidikan kewartawanan di Munchen (Jerman) dan Amsterdam (Belanda) sebelum kembali ke tanah air tahun 1931 untuk menjadi Pemimpin Redaksi Panji Poestaka untuk kemudian memimpin surat kabar Pewarta Deli.
Pada 1948 ia bersama-sama dengan Profesor Dr. Mr. Soepomo, Ir. Pangeran Moehammad Noer, Soekardjo Wirjopranoto, Mr. Gusti Majur dan Mr. Jusuf Wibisono menerbitkan majalah Mimbar Indonesia, yang merupakan majalah perjuangan yang bermutu pada saat itu.
Tokoh ini pula yang mendirikan Perguruan Tinggi Publisistik dan Fakultas Publisistik & Jurnalistik Universitas Pajajaran Bandung. Tahun 1951 ia mengambil-alih pimpinan bekas kantor berita Belanda Aneta yang namanya diganti Pers Biro Inonesia Aneta (PIA). PIA akhirnya digabung ke Kantor Berita Antara oleh Presiden Soekarno pada 1962.
Namanya juga diabadikan dalam Yayasan Pendidikan Multimedia ADINEGORO yang menaungi Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) sebagai satu institusi yang mengabdi untuk membangun/meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia di bidang jurnalistik.
Astrid B.S. Soerjo, putri bungsu Adinegoro, mengharapkan Anugerah Jurnalistik ADINEGORO menjadi peluang bagi seluruh wartawan Indonesia untuk berkompetisi membuat laporan jurnalistik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Direktur Konfederasi Wartawan ASEAN (CAJ) PWI Pusat itu menyatakan, "Ini menjadi peluang pula bagi wartawan di daerah, mulai dari Papua hingga Aceh."
Astrid, yang alumni Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), juga berharap bahwa wartawan Indonesia selalu memacu kreativitasnya dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, seperti yang dicita-citakan Adinegoro semasa hidupnya.
"Sudah waktunya pula para wartawan bisa mengembangkan jurnalisme sastrawi yang dapat diterima masyarakat. Sekarang ini kan kecenderungan pemberitaan terkesan serba instan," ujarnya menambahkan.
Informasi lebih lengkap dapat diakses melalui laman http://pwi.or.id/index.php/Berita-PWI/Anugerah-Jurnalistik-ADINEGORO-2009-Berhadiah-Rp250-Juta.html dan sekretariat panitia di PWI Pusat, Gedung Dewan Pers Lantai 4, Jalan Kebon Sirih No. 34, Jakarta 10110. (*)
Anugerah Jurnalistik ADINEGORO 2009 Berhadiah Rp250 Juta
16 November 2009 11:26 WIB
Adinegoro, Djamaluddin Gelar Datuk Madjo Sutan (1904-1967) (PWI/P003)
Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2009
Tags: