Zawqan Abdelkhalek merupakan salah satu perawat yang diberhentikan oleh AUB, Jumat (17/7). Ia telah bekerja sejak 2012 di rumah sakit universitas itu.
"Saya punya bayi perempuan, saya harus memberi dia makan dan minum serta membayar biaya vaksinnya," kata Abdelkhalek, 29. Saat diberhentikan, ia hanya menerima uang pensiun kurang lebih 500 dolar AS (sekitar Rp7,3 juta). Kecilnya uang pensiun yang ia terima disebabkan oleh anjloknya mata uang pounds Lebanon terhadap dolar AS.
Abdelkhalek menyalahkan penguasa atas pemadaman listrik tiap hari dan naiknya harga kebutuhan, yang membuat Lebanon terpuruk.
"Kita tidak dapat berbuat apa pun ... siapa lagi yang mempekerjakan pegawai? Ini yang mereka berikan kepada kami dan sekarang mereka menyuruh kami menanam tanaman dan membeli lilin, (dan) kalian akan baik-baik saja, sementara kami terus terpuruk," kata dia.
Baca juga: Warga Lebanon unjuk rasa tuntut pemerintah di tengah COVID-19
AUB, merupakan salah satu universitas tertua di Lebanon dan pusat layanan kesehatan di Beirut. Pihak AUB belum memberi tanggapan terkait pemberhentian massal tersebut.
Sejumlah media setempat dan beberapa pegawai mengatakan AUB memberhentikan lebih dari 500 pekerja, yang sebagian besar merupakan pegawai administrasi serta perawat.
Kepala AUB Fadlo Khuri mengatakan pihaknya akan memberhentikan sejumlah anggota staf akibat krisis ekonomi dan COVID-19 yang mempengaruhi pendapatan RS. Khuri pada Mei mengatakan AUB, salah satu layanan kesehatan swasta di Lebanon, tengah menghadapi ancaman terbesarnya sejak lembaga itu berdiri pada 1866.
Tidak banyak data ekonomi yang tersedia di Lebanon, tetapi banyak usaha tutup selama pandemi.
Sedikitnya 220.000 pegawai di sektor swasta diberhentikan sejak Oktober sampai Februari, menurut hasil survei InfoPro. Kemungkinan, angka pengangguran akan terus memburuk.
Baca juga: PM Hassan Diab ingatkan bahwa Lebanon hadapi risiko krisis pangan
Seorang petugas perawatan sarana dan prasarana AUB, Mahmoud Edelbe, yang juga diberhentikan, Jumat, mengatakan saat bekerja ia hanya menerima upah bulanan kurang lebih 100 dolar AS (sekitar Rp1,46 juta) mengingat pounds Lebanon, dikenal dengan lira, kehilangan 80 persen nilainya di pasar mata uang.
"Apakah kami beban bagi universitas?" kata dia dekat puluhan eks pegawai yang memenuhi pintu masuk rumah sakit. "Kami pihak yang tidak diuntungkan, kami, yang tidak punya siapa pun untuk membantu kami," kata dia.
Beberapa lulusan AUB lewat media sosial mengkritisi banyaknya petugas keamanan yang berjaga dekat kampus dan rumah sakit saat pemecatan massal itu dilakukan, Jumat. Seorang saksi melihat 10 kendaraan bersenjata terparkir di dekat AUB.
"Saya menghabiskan waktu siang malam di universitas ini, ini rumah saya," kata Khaled al-Homsi, 59, seorang ayah dengan lima orang anak. Al-Homsi telah bekerja di AUB selama 35 tahun. "Akhirnya, kalian membuang saya," kata dia.
Ia mengkhawatirkan masa depannya, mengingat tak banyak lapangan kerja tersedia. "Saat ini, satu juta lira hanya setara 100 dolar AS, apa yang dapat saya lakukan dengan uang ini?" kata al-Homsi.
Sumber: Reuters
Baca juga: Krisis wabah, pekerja migran Ethiopia ditelantarkan di jalanan Lebanon
Baca juga: Khawatir gelombang kedua, Lebanon perpanjang karantina wilayah