BI Akan Turunkan "Spread" Bank
12 November 2009 17:36 WIB
Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution, menjawab pertanyaan wartawan seusai menghadiri rapat kerja dengan Komisi XI, di gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (12/11). (ANTARA/Ismar Patrizki )
Jakarta (ANTARA News) - Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution menjamin, pihaknya tidak akan mengatur tingkat keuntungan bunga bersih perbankan (net interest margin/NIM), tetapi hanya mengurangi spread (selisih bunga kredit dengan dana).
"NIM, apanya yg akan diatur? Saya tidak bilang mengatur NIM, saya bilang mengatur spread," kata Darmin usai Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis.
Menurut Darmin, BI saat ini sedang meminta rincian tentang data yang mengakibatkan lebarnya NIM bank atau spread.
"Dari semua data yang mengakibatkan lebarnya NIM atau spreadnya itu akan dilihat dan dibandingkan antara satu bank dengan bank lain serta dengan bank luar negeri, sehingga kami tahu apa yg bisa didorong turun," katanya.
Selain itu, kata Darmin, BI juga akan melihat peraturan yang bisa diubah untuk mendorong spread bisa lebih rendah.
Darmin mengakui bahwa sejak krisis ekonomi 1998, spread cenderung melebar dari sebelumnya 3,5 persen menjadi 5-6 persen setelah krisis ekonomi.
Menurut dia, melebarnya spread ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara lain juga naik dari 2,5 persen menjadi 4-5 persen.
Tingginya spread yang diambil o perbankan ini untuk mengejar laba yang tinggi karena tekanan krisis tersebut.
Dalam Rapat kerja dengan DPR ini Darmin juga sempat mengatakan bahwa suku bunga tidak bisa diturunkan hingga di bawah tingkat inflasi.
"Penurunan bunga harus memperhatikan inflasi. Tren inflasi kita 5-6 persen, jika diturunkan kembali akan membuat pemilik dana akan lari dari bank," ungkapnya.
Sementara negara lain bisa menerapkan suku bunga rendah karena mereka berhasil menahan inflasi yang rendah pula, jelasnya. (*)
"NIM, apanya yg akan diatur? Saya tidak bilang mengatur NIM, saya bilang mengatur spread," kata Darmin usai Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis.
Menurut Darmin, BI saat ini sedang meminta rincian tentang data yang mengakibatkan lebarnya NIM bank atau spread.
"Dari semua data yang mengakibatkan lebarnya NIM atau spreadnya itu akan dilihat dan dibandingkan antara satu bank dengan bank lain serta dengan bank luar negeri, sehingga kami tahu apa yg bisa didorong turun," katanya.
Selain itu, kata Darmin, BI juga akan melihat peraturan yang bisa diubah untuk mendorong spread bisa lebih rendah.
Darmin mengakui bahwa sejak krisis ekonomi 1998, spread cenderung melebar dari sebelumnya 3,5 persen menjadi 5-6 persen setelah krisis ekonomi.
Menurut dia, melebarnya spread ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara lain juga naik dari 2,5 persen menjadi 4-5 persen.
Tingginya spread yang diambil o perbankan ini untuk mengejar laba yang tinggi karena tekanan krisis tersebut.
Dalam Rapat kerja dengan DPR ini Darmin juga sempat mengatakan bahwa suku bunga tidak bisa diturunkan hingga di bawah tingkat inflasi.
"Penurunan bunga harus memperhatikan inflasi. Tren inflasi kita 5-6 persen, jika diturunkan kembali akan membuat pemilik dana akan lari dari bank," ungkapnya.
Sementara negara lain bisa menerapkan suku bunga rendah karena mereka berhasil menahan inflasi yang rendah pula, jelasnya. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009
Tags: