Epidemiologi Unhas: 60 ribu warga paruh baya Makassar rentan COVID-19
15 Juli 2020 23:35 WIB
Epidemiologi Unhas Ansariadi, SKM, M.Sc.PH, PhD (kiri) bersama PJ Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin (dua dari kiri) saat rapat evaluasi pelaksanaan Perwali 36 tentang percepatan penanganan COVID-19 di Makassar, Rabu (15/7/2020). ANTARA/Muh Hasanuddin
Makassar (ANTARA) - Epidemiologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Ansariadi, SKM, M.Sc.PH, PhD mengatakan lebih dari 60 ribu warga Kota Makassar yang berusia di atas 55 tahun sangat rawan terhadap penularan COVID-19.
"Makanya dibutuhkan kesadaran dari semua orang. Kita yang masih muda, sadar lah, ada orang-orang yang sangat rentan tertular COVID-19. Mari, kita jaga dan sayangi mereka," ujar Ansariadi yang juga anggota Tim Gugus Tugas COVID-19 Makassar, Rabu.
Baca juga: Pakar epidemiologi sarankan jangkauan tes usap COVID-19 ditingkatkan
Baca juga: Indonesia miliki lebih dari 76.000 data epidemiologi COVID-19
Ia mengatakan berbahayanya virus ini terbukti dengan tingkat penularan yang sangat cepat. Dari dua orang yang positif sebagai pembawa virus di Makassar, kini menjadi lebih 4.000 kasus positif.
Ansariadi mengingatkan masyarakat untuk tidak meremehkan COVID-19. Menurutnya, beberapa kasus menunjukkan, dari 10 positif COVID-19, enam orang diantaranya itu tidak menunjukkan gejala.
"Tetapi kalau di rontgen, pasti sudah mulai putih itu paru-parunya. Mungkin fisiknya tidak ada perubahan," katanya.
Ia menjelaskan orang yang terkena COVID-19 namun tanpa gejala sangat berbahaya. Mengingat orang tersebut dengan mudah menyebarkan virus. Orang yang umurnya di atas 55 tahun dengan mudah akan terkena dan mengancam nyawa mereka.
"Di Makassar ada 60 ribu orang yang berusia di atas 55 tahun. Sebenarnya ini yang kita jaga. Orang tua kita, dan nenek kita. Karena mereka kalau terkena, penyakit-penyakit orang tua bisa dengan cepat mengancam nyawa mereka," tuturnya.
Baca juga: Pakar Epideomologi: Sulsel darurat COVID-19
Sementara itu, Penjabat Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin bersama para camat, OPD terkait, dan seluruh ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) saat rapat evaluasi pelaksanaan Perwali Nomor 36 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan COVID-19 mengaku menemukan banyak laporan masyarakat yang masih meremehkan virus tersebut.
"Masyarakat masih banyak melanggar protokol kesehatan. Di antaranya tidak mengenakan masker, tidak menjaga jarak, dan menolak rapid test," katanya.
Menurutnya, ketidaktahuan warga akan bahaya virus ini, karena pemerintah belum mampu dan berhasil dalam memberikan edukasi kesehatan. Hal ini menunjukkan, para petugas masih kalah dengan provokator yang ingin menggagalkan program pemerintah.
"Ada oknum-oknum provokator yang memanfaatkan kelemahan masyarakat kita. Provokator ini harus kita lawan, dengan cara kita harus menjadi edukator-edukator. Terutama LPM yang berada di garis terdepan," ucapnya.
Baca juga: 1.652 dosen Unhas segera lakukan rapid test
"Makanya dibutuhkan kesadaran dari semua orang. Kita yang masih muda, sadar lah, ada orang-orang yang sangat rentan tertular COVID-19. Mari, kita jaga dan sayangi mereka," ujar Ansariadi yang juga anggota Tim Gugus Tugas COVID-19 Makassar, Rabu.
Baca juga: Pakar epidemiologi sarankan jangkauan tes usap COVID-19 ditingkatkan
Baca juga: Indonesia miliki lebih dari 76.000 data epidemiologi COVID-19
Ia mengatakan berbahayanya virus ini terbukti dengan tingkat penularan yang sangat cepat. Dari dua orang yang positif sebagai pembawa virus di Makassar, kini menjadi lebih 4.000 kasus positif.
Ansariadi mengingatkan masyarakat untuk tidak meremehkan COVID-19. Menurutnya, beberapa kasus menunjukkan, dari 10 positif COVID-19, enam orang diantaranya itu tidak menunjukkan gejala.
"Tetapi kalau di rontgen, pasti sudah mulai putih itu paru-parunya. Mungkin fisiknya tidak ada perubahan," katanya.
Ia menjelaskan orang yang terkena COVID-19 namun tanpa gejala sangat berbahaya. Mengingat orang tersebut dengan mudah menyebarkan virus. Orang yang umurnya di atas 55 tahun dengan mudah akan terkena dan mengancam nyawa mereka.
"Di Makassar ada 60 ribu orang yang berusia di atas 55 tahun. Sebenarnya ini yang kita jaga. Orang tua kita, dan nenek kita. Karena mereka kalau terkena, penyakit-penyakit orang tua bisa dengan cepat mengancam nyawa mereka," tuturnya.
Baca juga: Pakar Epideomologi: Sulsel darurat COVID-19
Sementara itu, Penjabat Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin bersama para camat, OPD terkait, dan seluruh ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) saat rapat evaluasi pelaksanaan Perwali Nomor 36 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan COVID-19 mengaku menemukan banyak laporan masyarakat yang masih meremehkan virus tersebut.
"Masyarakat masih banyak melanggar protokol kesehatan. Di antaranya tidak mengenakan masker, tidak menjaga jarak, dan menolak rapid test," katanya.
Menurutnya, ketidaktahuan warga akan bahaya virus ini, karena pemerintah belum mampu dan berhasil dalam memberikan edukasi kesehatan. Hal ini menunjukkan, para petugas masih kalah dengan provokator yang ingin menggagalkan program pemerintah.
"Ada oknum-oknum provokator yang memanfaatkan kelemahan masyarakat kita. Provokator ini harus kita lawan, dengan cara kita harus menjadi edukator-edukator. Terutama LPM yang berada di garis terdepan," ucapnya.
Baca juga: 1.652 dosen Unhas segera lakukan rapid test
Pewarta: Muh. Hasanuddin
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020
Tags: