Dubes: RI perlu bukti ilmiah untuk tangkal isu negatif sawit di UE
15 Juli 2020 21:32 WIB
Wakil Tetap RI untuk PBB, Organisasi Perdagangan Dunia, dan Organisasi Internasional lainnya Hasan Kleib mengikuti urgent debate tentang kekerasan rasial yang diselenggarakan Dewan HAM PBB di Jenewa, Rabu (17/6/2020). ANTARA/HO-PTRI Jenewa/am.
Jakarta (ANTARA) - Duta Besar/Wakil Tetap Indonesia untuk PBB di Jenewa Hasan Kleib meminta agar Pemerintah Indonesia dan para pelaku usaha kelapa sawit dapat menunjukkan bukti ilmiah untuk menangkal isu negatif kelapa sawit di Uni Eropa.
Menurut Dubes Hasan, kampanye negatif yang dilakukan Uni Eropa (UE) terhadap minyak kelapa sawit (crude palm oil) menyasar berbagai isu mulai deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, pelanggaran HAM, hingga kesehatan akibat mengonsumsi produk mengandung sawit.
Namun demikian, Hasan menilai isu dampak negatif sawit tidak didukung sepenuhnya melalui landasan bukti ilmiah (scientific evidence), melainkan hanya sebuah opini publik dari kampanye yang dilakukan UE.
Baca juga: Gapki: Pengusaha sawit sulit dapat pinjaman akibat kampanye negatif UE
"Nampaknya isu 'palm oil' cenderung kepada masalah 'public opinion' yang beredar dan bukan sepenuhnya berdasarkan 'scientific evidence'. Kita perlu menunjukkan 'scientific evidence' bahwa minyak sawit tidak merusak kesehatan," kata Dubes Hasan dalam webinar yang diselenggarakan INA Palm Oil di Jakarta, Rabu.
Dubes menilai bahwa Perwakilan Indonesia di PBB tidak hanya menghadapi isu sawit di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) saja, tetapi juga terhadap organisasi lain seperti WHO terkait isu kesehatan terhadap produk makanan yang mengandung sawit.
Kemudian terhadap ILO (Organisasi Buruh Dunia) terkait kesejahteraan petani sawit di Indonesia yang mencapai 2,7 juta kepala keluarga, serta terhadap UNFCCC terkait isu deforestasi dan dampak lingkungan lainnya, seperti polusi dan kebakaran hutan.
Baca juga: Indonesia perlu beri informasi berimbang tentang sawit di forum dunia
Oleh karena itu, selain melakukan pelabelan terkait minyak sawit sebagai energi ramah lingkungan, Pemerintah bersama pelaku usaha, dalam hal ini GAPKI juga harus mampu berbenah diri untuk meningkatkan keberlanjutan minyak sawit yang diproduksi.
Hasan menyebutkan bahwa hingga kini baru 31 persen lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia atau seluas 5,2 juta hektare yang tersertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Sementara lahan yang tersertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) baru mencapai 2 juta hektare.
"Kampanye negatif oleh LSM lingkungan terus berlangsung di Jenewa. Saya kira pemerintah bersama GAPKI juga perlu melakukan 'public opinion', tapi kita juga perlu berbenah diri ke dalam," kata Hasan.
Menurut Dubes Hasan, kampanye negatif yang dilakukan Uni Eropa (UE) terhadap minyak kelapa sawit (crude palm oil) menyasar berbagai isu mulai deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, pelanggaran HAM, hingga kesehatan akibat mengonsumsi produk mengandung sawit.
Namun demikian, Hasan menilai isu dampak negatif sawit tidak didukung sepenuhnya melalui landasan bukti ilmiah (scientific evidence), melainkan hanya sebuah opini publik dari kampanye yang dilakukan UE.
Baca juga: Gapki: Pengusaha sawit sulit dapat pinjaman akibat kampanye negatif UE
"Nampaknya isu 'palm oil' cenderung kepada masalah 'public opinion' yang beredar dan bukan sepenuhnya berdasarkan 'scientific evidence'. Kita perlu menunjukkan 'scientific evidence' bahwa minyak sawit tidak merusak kesehatan," kata Dubes Hasan dalam webinar yang diselenggarakan INA Palm Oil di Jakarta, Rabu.
Dubes menilai bahwa Perwakilan Indonesia di PBB tidak hanya menghadapi isu sawit di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) saja, tetapi juga terhadap organisasi lain seperti WHO terkait isu kesehatan terhadap produk makanan yang mengandung sawit.
Kemudian terhadap ILO (Organisasi Buruh Dunia) terkait kesejahteraan petani sawit di Indonesia yang mencapai 2,7 juta kepala keluarga, serta terhadap UNFCCC terkait isu deforestasi dan dampak lingkungan lainnya, seperti polusi dan kebakaran hutan.
Baca juga: Indonesia perlu beri informasi berimbang tentang sawit di forum dunia
Oleh karena itu, selain melakukan pelabelan terkait minyak sawit sebagai energi ramah lingkungan, Pemerintah bersama pelaku usaha, dalam hal ini GAPKI juga harus mampu berbenah diri untuk meningkatkan keberlanjutan minyak sawit yang diproduksi.
Hasan menyebutkan bahwa hingga kini baru 31 persen lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia atau seluas 5,2 juta hektare yang tersertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Sementara lahan yang tersertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) baru mencapai 2 juta hektare.
"Kampanye negatif oleh LSM lingkungan terus berlangsung di Jenewa. Saya kira pemerintah bersama GAPKI juga perlu melakukan 'public opinion', tapi kita juga perlu berbenah diri ke dalam," kata Hasan.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: