Palembang (ANTARA) - Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan berupaya mencegah kebakaran hutan dan lahan lewat sistem informasi titik panas "SI Pakar Hutan" untuk deteksi dini bencana yang terjadi berulang setiap tahunnya itu.

Kepala Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dishut Sumsel Dr Syafrul Yunardy kepada ANTARA di Palembang Selasa mengatakan Si Pakar Hutan atau Sistem Informasi Pemantauan Kebakaran Hutan dan Lahan merupakan inovasi Dishut Sumsel dengan dukungan Forum Daerah Aliran Sungai (Fordas) Sumsel.

Baca juga: Polda Jambi galakkan edukasi pencegahan karhutla

"Informasi titik panas yang mengindikasikan karhutla dapat ditampilkan oleh aplikasi secara cepat real time," ujarnya.

Menurut dia Si Pakar Hutan membuat aspek pencegahan karhutla lebih fokus dan efektif, karena menampilkan titik panas sesuai titik koordinat lengkap dengan informasi lokasi spesifiknya apakah berada di lahan gambut, area perusahaan, semak belukar, tanaman perkebunan atau lahan masyarakat.

Baca juga: KLHK upayakan pencegahan karhutla secara permanen

Aplikasi itu juga menyediakan fitur informasi jarak terdekat titik panas ke posko pemadaman dan sumber air, sehingga regu pemadaman dapat memperkirakan peralatan yang perlu dibawa, terutama seberapa panjang selang yang dibutuhkan.

Si Pakar Hutan yang baru diluncurkan itu dapat menampilkan fitur rute terdekat untuk mengoptimalkan pemadaman seperti yang ada dalam aplikasi ojek daring, maka tim regu dapat memutuskan penggunaan alat transportasi menuju lokasi, mulai dari mobil pemadam, perahu cepat atau bahkan pesawat bom air.

Baca juga: Presiden Jokowi perintahkan pencegahan karhutla manfaatkan teknologi

"Untuk melihatnya bisa diakses lewat laman monitoring.dishut.sumsel.prov.go.id atau bisa melalui aplikasi telpon pintar Si Pakar Hutan," tambahnya.

Titik panas yang tidak segera dipadamkan dapat meluas dengan cepat serta menimbulkan kebakaran hutan dan lahan, kata dia, selain berpotensi mendatangkan bencana asap, karhutla juga berdampak besar terhadap kerugian dari sisi ekonomi.

Nilai kerugian ekonomi secara total akibat kebakaran hutan dan lahan sebesar Rp269 juta untuk setiap satu hektare yang dibakar, sementara pihak yang paling dirugikan apabila terjadi karhutla yakni masyarakat (59 persen), perusahaan (27 persen) dan pemerintah (14 persen).

"Maka itulah, mencegah lebih baik dari pada memadamkan," kata Dr Syafrul menegaskan.