PBB, New York (ANTARA News) - Indonesia mendesak Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dunia untuk menindaklanjuti laporan Misi Pencari Fakta PBB tentang Gaza, yang antara lain menyimpulkan bahwa Israel memang melanggar hak asasi manusia serta melakukan kejahatan kemanusiaan di wilayah Palestina.

"Jangan hanya melakukan debat lalu berhenti di situ. Sudah cukup kesengsaraan yang dialami rakyat Palestina, Majelis Umum harus menindaklanjuti laporan itu," kata Kuasa Usaha Sementara Perwakilan Tetap RI untuk PBB (PTRI) di New York, Duta Besar Hasan Kleib, kepada ANTARA Rabu malam waktu setempat.

Sebelumnya pada Rabu sore, Hasan Kleib menyampaikan pernyataan di dalam sidang Majelis Umum PBB yang membahas laporan Dewan HAM PBB, antara lain soal resolusi menyangkut pelanggaran HAM yang terus dilakukan Israel di wilayah-wilayah Palestina yang mereka duduki, terutama di Yerusalem Timur.

Dewan yang bermarkas di Jenewa, Swiss, itu juga mengesahkan rekomendasi yang ditujukan berbagai pihak, termasuk Majelis Umum PBB.

Rekomendasi itu dibuat oleh Misi Pencari Fakta soal Konflik Gaza, yang dipimpin oleh ahli hukum terkemuka dan independen asal Afrika Selatan, Richard Goldstone.

Dalam pernyataan yang disampaikan Hasan Kleib dalam Sidang Majelis Umum di Markas Besar PBB, New York, Indonesia mendesak majelis itu memperhatikan rekomendasi yang dikeluarkan berdasarkan laporan Richard Goldstone soal pelanggaran HAM oleh Israel di jalur Gaza.

"Ini saat yang penting bagi Majelis Umum untuk mempertimbangkan rekomendasi yang ada dalam laporan Misi Pencari Fakta PBB dan mengambil langkah ke depan," kata Hasan.

Hasan menegaskan konflik di Timur Tengah sudah terlalu lama berjalan dan harus segera diakhiri.

"Selama enam puluh tahun, pendudukan ilegal yang dilakukan Israel (di wilayah Palestina, red) telah membuat kawasan itu sebagai medan ketegangan dan kekerasan," katanya.

Di saat yang sama, Palestina terus menghadapi kesulitan dan belum menjadi negara berdaulat.

Masalah-masalah mendasar berkaitan dengan konflik Israel-Palestina, seperti status Yerusalem Timur, perbatasan negara Palestina, pembangunan di Tepi Barat, pengungsi Palestina, keamanan dan kesulitan penyediaan air, masih belum terpecahkan.

"Waktu sudah terlalu lama berlalu, sudah terlalu banyak warga yang kehilangan nyawa dan terlalu banyak mimpi yang hancur," kata Hasan.

Ia menekankan bahwa bagi Indonesia, konflik Israel-Palestina adalah masalah yang mendapat perhatian tinggi dan karena itu Indonesia konsisten mendukung proses penyelesain konflik tersebut.

"Mungkin tidak ada masalah internasional yang lebih penting bagi Indonesia, hal yang dekat dengan hati kami, selain upaya untuk menemukan penyelesaian yang damai, adil, kekal, dan menyeluruh untuk konflik berkepanjangan, baik di Asia atau di mana pun," ujar Hasan.

Rekomendasi

Dewan HAM sendiri dalam resolusinya mengutuk keras "semua kebijakan dan tindakan-tindakan" yang dilakukan Israel, termasuk membatasi akses warga Palestina terhadap properti mereka serta tempat-tempat suci, terutama di Yerusalem Timur yang diduduki Israel.

Dalam laporan yang diserahkan kepada Dewan HAM pada 29 September 2009, Hakim Goldstone mendesak Dewan HAM dan masyarakat internasional untuk tidak lagi memberikan kekebalan hukuman terhadap para pelanggar hukum internasional di Israel dan wilayah Palestina yang diduduki.

Misi juga menunjuk Israel dan kalangan garis keras Hamas sebagai pihak-pihak yang melakukan kejahatan kemanusiaan.

Misi yang dibentuk pada 3 April 2009 itu diberi mandat melakukan investigasi terhadap berbagai pelanggaran HAM pada masa-masa sebelum, sedang, dan setelah berlangsungnya operasi-operasi militer Israel di wilayah Gaza antara 27 Desember 2008 dan 18 Januari 2009.

Menurut laporan media, kejahatan kemanusiaan dalam konflik 22 hari di Gaza itu menewaskan sekitar 1.400 warga Palestina dan 13 warga Israel.

Kepada Majelis Umum PBB, tim Goldstone memberikan empat rekomendasi, antara lain bahwa Majelis Umum perlu meminta keterangan dari Dewan Keamanan tentang langkah yang telah dijalankan untuk memastikan adanya pertanggungjawaban oleh pelaku tindakan kekerasan di Gaza.

Majelis Umum, menurut Goldstone, juga perlu mengatur ketersediaan dana kompensasi bagi para warga Palestina yang menderita berbagai kerugian akibat operasi militer yang dilancarkan Israel pada Desember hingga Januari.

(*)