Surabaya (ANTARA) - Jarum jam belum tepat di angka 06.00 WIB, Ananta Widi Sawega, siswa yang baru naik kelas IX, berpakaian rapi mengenakan seragam sekolah lengan panjang, bercelana biru lengkap dengan dasinya di leher.

Saat itu, bapaknya yang bernama Paidi, juga masih belum bersiap untuk kerja, bahkan masih santai duduk di teras rumah sambil nyeruput kopi hitam buatan istrinya. Sama seperti yang dilakukan setiap pagi.

Tiba-tiba, Ega (nama sapaan anaknya), menyodorkan ponsel ke bapaknya dan meminta untuk memotretnya di kursi ruang tamu.

"Pak, ayo fotoen (Pak, ayo fotokan)," ujar pelajar SMP Negeri 2 Surabaya tersebut.

Sang bapak yang belum tahu maksudnya itupun menjawab sambil keheranan karena anaknya meminta difoto saat akan berangkat sekolah.

"Lho arep sekolah lapo difoto? (lho, mau berangkat sekolah kenapa difoto?)," jawab Paidi.

Ega lantas menjawab bahwa hasil foto akan dikirimkan ke layanan daring sekolah sebagai laporan di hari pertama masa ajaran baru tahun pelajaran 2020/2021.

"Ojok lali sangune pak, koyok sekolah mbiyen. (Jangan lupa uang sakunya pak, seperti masa sekolah dulu)," tutur Ega mengingatkan sang bapak tetap memberi uang saku meski belajar dari rumah.

Paidi lantas mengerti bahwa anak bungsunya tersebut berseragam rapi, lalu difoto hanya untuk laporan ke sekolah dan tak ada proses belajar mengajar di sekolah.

Bapak dua anak itu mengaku tidak mengetahui bahwa hari ini adalah dimulainya tahun ajaran baru, termasuk proses belajar mengajar dilakukan secara daring.

"Saya baru tahu saat Ega yang jelaskan. Maklum, biasanya ibunya yang mengurusi semua," kata warga Mrutu, Kalianyar, Surabaya, itu sembari tertawa.

Tentang proses belajar di rumah, Paidi mengakui bahwa metode tersebut tidak efektif jika dibandingkan sekolah di kelas atau secara tatap muka.

Namun, sebagai orang tua ia tak bisa berbuat apa-apa dan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah.

"Kalau boleh memilih, ya lebih senang anak sekolah di kelas. Tapi karena pandemi ini dan Surabaya masih zona merah maka kami sebagai orang tua ingin yang terbaik saja," katanya.

Hal senada disampaikan Djumadi, kakek dari Kenaldric Rafa Amiruzzaman, siswa kelas 1-B SD Al Falah Darussalam, Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, yang melihat bahwa proses belajar via daring tidak bisa menjadi aplikasi pendidikan sesungguhnya.

"Ini karena metode transfer ilmu kurang maksimal, juga pendidikan komunikasi sosial dengan kawan, guru dan tingkah laku kurang tercapai. Semoga situasi bisa segera pulih agar proses belajar mengajar bisa kembali normal," katanya.

Mas Joe, sapaan akrabnya, pagi tadi mengaku juga sempat menyiapkan segala peralatan untuk sekolah daring bagi cucunya yang sudah berseragam sekolah lengkap, berbaju putih merah, berdasi dan bertopi.

"Karena pertama, dia sempat salah tingkah, tapi senang. Meski tahu kalau daring, tapi dia sudah siap sejak pagi seperti mau berangkat ke sekolah beneran," katanya.


Zona merah

Kawasan Surabaya Raya, yang meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik, sampai saat ini masih termasuk pada zona merah kasus COVID-19.

Berdasarkan catatan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Jawa Timur per Minggu (12/7) malam, di tiga daerah tersebut masih menempati posisi pertama, kedua dan ketiga untuk penambahan kasus baru hingga total komulatifnya.

Kota Surabaya, tambahan kasusnya 117 orang sehingga secara keseluruhan mencapai 7.209 orang, diikuti Sidoarjo tambahan kasus 86 orang yang totalnya sebanyak 2.451 orang, dan Gresik tambahan kasus 48 orang yang seluruhnya berjumlah 1.185 orang.

Angka kesembuhan atau kasus terkonversi negatif di tiga daerah tersebut, yakni Surabaya sebanyak 3.477 orang, Sidoarjo 603 orang dan Gresik 232 orang.

Sementara angka kematiannya secara keseluruhan, Surabaya 610 orang, Sidoarjo 139 orang dan Gresik 105 orang.

Secara komulatif di Jatim, angka pasien terkonfirmasi positif COVID-19 sebanyak 16.658 orang (bertambah 393 orang), pasien sembuh mencapai 6.506 orang (bertambah 268 orang) dan meninggal dunia 1.240 orang (bertambah 18 orang).

Berikutnya, kasus pasien dalam pengawasan (PDP) di Jatim yakni 12.500 orang, serta kasus orang dalam pemantauan (ODP) jumlahnya 31.009 orang.

Angka-angka tersebut membuat seluruh daerah (38 kabupaten/kota) di Jatim belum ada satupun berstatus zona hijau atau kawasan aman dari COVID-19.

Dengan demikian, pelaksanaan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) tahun ajaran 2020/2021 wajib dilaksanakan secara daring sebagaimana didasarkan pada kebijakan pusat, yakni sekolah belum bisa melakasanakan pembelajaran secara tatap muka di wilayah berstatus zona merah.

Kendati demikian, MPLS tetap berjalan seperti sebelum-sebelumnya, namun dengan cara yang berbeda karena harus tetap waspada dengan menggunakan protokol kesehatan.

Hari ini, sebanyak 400 ribu lebih siswa jenjang SMA/SMK negeri dan swasta di Jatim secara serentak mengikuti MPLS secara daring.

Rinciannya, MPLS dilaksanakan di 423 SMA negeri, 1.119 SMA swasta serta 297 SMK negeri dan 1.821 SMK swasta.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Wahid Wahyudi menjelaskan bahwa berdasarkan Surat Keputusan Bersama Empat Menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri, kegiatan pembelajaran wajib dilaksanakan dengan metode jarak jauh, baik daring maupun luring.

Menurut dia, memang diperlukan penyesuaian-penyesuaian lebih kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan teknologi informasi secara optimal.

"Sehingga meski tidak bertatap muka langsung, tujuan MPLS, khususnya yang terkait dengan pengenalan berbagai aspek pembelajaran di sekolahnya, tetap tercapai dengan baik," katanya.

MPLS bagi siswa baru dilaksanakan selama tiga hari dan dapat menambah dua hari untuk persiapan pembelajaran pada masa pandemi COVID-19 sesuai kondisi dan kebutuhan sekolah masing-masing yang dilaksanakan pada minggu pertama awal tahun pelajaran 2020/2021.

Ia juga menyampaikan bahwa dalam masa MPLS tahun ini, sekolah dapat menambah satu sesi kunjungan ke sekolah yang dilaksanakan secara bergantian dan disertai dengan penerapan disiplin protokol kesehatan.

"Sekolah juga wajib berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang ada di kabupaten/kota setempat," tuturnya.


Tetap semangat

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak para siswa dan insan pendidikan tetap menjaga keoptimistisan serta semangat selama proses pembelajaran meski dilakukan secara daring.

"Saya juga berharap para siswa tetap bisa memulai tahun ajaran baru ini dengan semangat dan gembira meski dalam situasi yang masih darurat kesehatan," katanya.

Orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut juga meminta seluruh siswa menunjukkan prestasi dan semangat prima sehingga terwujud generasi emas yang lebih kreatif dan inovatif disertai akhlak mulia.

"Kepada para kepala sekolah dan guru, mari tunjukkan kinerja terbaik demi para siswa," tutur mantan Menteri Sosial tersebut.

Gubernur Khofifah mengajak seluruh masyarakat berdoa agar pandemi COVID-19 segera berakhir dan para siswa dapat mengikuti kembali belajar di sekolah.