Guru Besar: Gugas Tugas COVID-19 perlu perkuat penanganan
10 Juli 2020 12:24 WIB
Guru Besar Madya Departemen Agribisnis IPB Bayu Krisnamurthi berbicara dalam konferensi pers bersama GTPP COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Jumat (10/7/2020) ANTARA/Katriana
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Madya Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Bayu Krisnamurthi menyarankan Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) COVID-19 untuk memperkuat respons cepat penanganan di tingkat daerah ketika klaster baru penularan wabah terjadi di daerah tersebut.
"Jadi kami menggunakan titik koordinasinya pada wilayah," kata guru besar sekaligus Ketua Harian Komnas Flu Burung 2005-2009 dalam konferensi pers bersama GTPP COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat.
Baca juga: Mendagri sarankan Pemprov Sultra buat Perda penanganan COVID-19
Belajar dari pengalamannya ketika menangani wabah flu burung pada 2005-2009, Bayu menilai respons cepat penanganan di tingkat wilayah sangat efektif dalam penanganan wabah flu burung saat itu.
"Jadi misalnya pada waktu itu (klaster penularan) di Kabupaten Jembrana. Di sana, segala hal yang terkait dengan flu burung, mulai dari penanganan kesehatannya, penanganan peternakannya, bantuan pemerintah, subsidi, terus pelatihan untuk tenaga medis, guru dan penyuluh, pembelajaran pemberian materi tambahan ke SD dan SMP, kemudian juga rapat koordinasi dengan bupati dan jajarannya, itu kita lakukan (fokus) pada Jembrana," katanya.
Baca juga: Polres Subang beri pemahaman sopir angkot tentang penanganan COVID-19
Dengan koordinasi yang terfokus di satu titik di klaster penularan baru, penanganan masalah dapat segera teratasi dan ia menilai masyarakat juga dapat merasakan dampak langsung dari penanganan tersebut.
"Dengan demikian koordinasinya itu benar-benar terasa oleh masyarakat. Di situ ada kasus meningkat, di situ pula bantuan ekonomi diberikan," ujar dia.
Baca juga: Mendagri: Redam konflik pilkada melalui isu penanganan COVID-19
Menurutnya, respons cepat penanganan wabah yang terpusat di titik wilayah yang terdapat penularan wabah bisa menjadi solusi yang efektif untuk secepatnya bisa membatasi penyebaran lebih luas.
"Misalnya ada klaster baru di Pasar Bogor. Pada saat itu segera yang dari sisi komunikasinya datang, yang dari sisi kesehatannya masuk, yang dari bantuan sosial juga dilakukan di situ."
Dengan pendekatan semacam itu, kata Bayu, masyarakat akan diberi diingatkan tentang kemungkinan adanya bahaya yang harus dihindari. Pendekatan semacam itu juga dinilai dapat dengan segera mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat.
"Itu akan memberikan di satu sisi rasa kesadaran bahwa ini memang bahaya, di sisi lain juga ada solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat," ujar dia.
Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa solusi efektif untuk menghentikan wabah saat itu adalah dengan penanganan dari sisi kesehatan, dampak sosial dan ekonomi serta komunikasi publik yang dilakukan dengan porsi yang sebanding.
Pelibatan seluruh ilmuwan yang ahli di bidang masing-masing juga, menurut dia, menjadi salah satu solusi terbaik dalam penanganan wabah flu burung saat itu, yang mungkin dapat juga diperkuat dalam penanganan pandemi COVID-19 saat ini.
"Jadi kami sangat mengandalkan teman-teman ilmuwan. Kita betul-betul mencari the best brain yang ada di Indonesia maupun di dunia untuk menangani itu. Dan kapasitas pengembangan sains yang dulu kita lakukan itu ternyata bekerja dengan baik," demikian Bayu Krisnamurthi.
"Jadi kami menggunakan titik koordinasinya pada wilayah," kata guru besar sekaligus Ketua Harian Komnas Flu Burung 2005-2009 dalam konferensi pers bersama GTPP COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat.
Baca juga: Mendagri sarankan Pemprov Sultra buat Perda penanganan COVID-19
Belajar dari pengalamannya ketika menangani wabah flu burung pada 2005-2009, Bayu menilai respons cepat penanganan di tingkat wilayah sangat efektif dalam penanganan wabah flu burung saat itu.
"Jadi misalnya pada waktu itu (klaster penularan) di Kabupaten Jembrana. Di sana, segala hal yang terkait dengan flu burung, mulai dari penanganan kesehatannya, penanganan peternakannya, bantuan pemerintah, subsidi, terus pelatihan untuk tenaga medis, guru dan penyuluh, pembelajaran pemberian materi tambahan ke SD dan SMP, kemudian juga rapat koordinasi dengan bupati dan jajarannya, itu kita lakukan (fokus) pada Jembrana," katanya.
Baca juga: Polres Subang beri pemahaman sopir angkot tentang penanganan COVID-19
Dengan koordinasi yang terfokus di satu titik di klaster penularan baru, penanganan masalah dapat segera teratasi dan ia menilai masyarakat juga dapat merasakan dampak langsung dari penanganan tersebut.
"Dengan demikian koordinasinya itu benar-benar terasa oleh masyarakat. Di situ ada kasus meningkat, di situ pula bantuan ekonomi diberikan," ujar dia.
Baca juga: Mendagri: Redam konflik pilkada melalui isu penanganan COVID-19
Menurutnya, respons cepat penanganan wabah yang terpusat di titik wilayah yang terdapat penularan wabah bisa menjadi solusi yang efektif untuk secepatnya bisa membatasi penyebaran lebih luas.
"Misalnya ada klaster baru di Pasar Bogor. Pada saat itu segera yang dari sisi komunikasinya datang, yang dari sisi kesehatannya masuk, yang dari bantuan sosial juga dilakukan di situ."
Dengan pendekatan semacam itu, kata Bayu, masyarakat akan diberi diingatkan tentang kemungkinan adanya bahaya yang harus dihindari. Pendekatan semacam itu juga dinilai dapat dengan segera mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat.
"Itu akan memberikan di satu sisi rasa kesadaran bahwa ini memang bahaya, di sisi lain juga ada solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat," ujar dia.
Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa solusi efektif untuk menghentikan wabah saat itu adalah dengan penanganan dari sisi kesehatan, dampak sosial dan ekonomi serta komunikasi publik yang dilakukan dengan porsi yang sebanding.
Pelibatan seluruh ilmuwan yang ahli di bidang masing-masing juga, menurut dia, menjadi salah satu solusi terbaik dalam penanganan wabah flu burung saat itu, yang mungkin dapat juga diperkuat dalam penanganan pandemi COVID-19 saat ini.
"Jadi kami sangat mengandalkan teman-teman ilmuwan. Kita betul-betul mencari the best brain yang ada di Indonesia maupun di dunia untuk menangani itu. Dan kapasitas pengembangan sains yang dulu kita lakukan itu ternyata bekerja dengan baik," demikian Bayu Krisnamurthi.
Pewarta: Katriana
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: