Jakarta (ANTARA) - Penyebaran virus corona jenis baru (COVID-19) yang menjadi pandemi global diharapkan menjadi momentum masyarakat dunia untuk sadar menghentikan kebiasaan merokok, demikian kata organisasi nirlaba Vital Strategies.

"WHO menyebutkan, perokok memiliki risiko lebih tinggi terkena komplikasi atau risiko infeksi penyakit yang lebih serius ketika terpapar COVID-19, bahkan bisa menyebabkan kematian. Hasil riset yang menjelaskan hubungan antara merokok dan COVID-19 juga menjadi salah satu sorotan kampanye Don’t Start, sebagai pesan edukasi untuk masyarakat agar segera berhenti merokok," ujar Associate Director, Southeast Asia Policy, Advocacy, and Communication, organisasi public health global Vital Strategies, Enrico Aditjondro, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Indonesia salah satu negara di dunia yang memiliki jumlah perokok tertinggi di seluruh dunia. Bahkan, WHO mencatat terdapat sekitar 225.700 orang di Indonesia meninggal setiap tahunnya akibat merokok atau penyakit yang berhubungan dengan zat-zat yang terkandung di dalam rokok.

Secara global, jumlah orang yang merokok atau mengonsumsi tembakau mengalami penurunan. Sebaliknya, jumlah perokok di Indonesia mengalami peningkatan, baik di kalangan dewasa maupun remaja.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018, prevalensi merokok pada remaja usia sekolah (10-18 tahun) mengalami kenaikan sekitar 20 persen, dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.

Baca juga: CISDI: Iklan dan harga murah strategi industri rokok sasar anak-anak

Berdasarkan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, sekitar 40,6 persen pelajar Indonesia usia 13-15 tahun, yaitu dua di antara tiga anak laki-laki dan satu di antara lima anak perempuan sudah pernah mencoba produk tembakau. Sebanyak 19,2 persen pelajar Indonesia saat ini mengaku telah menjadi perokok.

"Data-data di atas menunjukkan bahwa pengendalian konsumsi tembakau atau rokok di Indonesia merupakan suatu urgensi, khususnya untuk melindungi generasi muda dari bahaya zat-zat yang terkandung dalam rokok, yang menyebabkan mereka memiliki risiko lebih tinggi terpapar penyakit serius akibat zat-zat beracun yang terkandung di dalam rokok," terang dia.

Tingginya angka perokok usia muda di Indonesia, salah satunya disebabkan aktivitas pemasaran perusahaan-perusahaan rokok di Indonesia yang masih bebas menayangkan iklannya, baik di media massa, media luar ruang, maupun internet.

"Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) tahun ini mengusung tema 'Melindungi kaum muda dari manipulasi industri dan mencegah mereka dari penggunaan tembakau dan nikotin'. Tema ini sangat sesuai dengan kondisi yang terjadi di Indonesia, di mana perusahaan rokok secara agresif memasarkan produknya kepada anak muda yang memiliki hak hidup sehat secara utuh dan bebas dari bahaya rokok. Jangan sampai mimpi dan masa depan anak muda direnggut oleh rokok," kata dia.

Baca juga: IDAI: Dampak merokok sejak dini semakin parah
Baca juga: Forum Anak diminta ajak teman sebayanya tidak terbujuk industri rokok