RI dinilai punya peluang bagus garap herbal yang mulai diminati dunia
9 Juli 2020 14:56 WIB
Ilustrasi: Santri menyuling dalam proses pembuatan jamu di Pondok Pesantren Pari Ulu, Desa Sumbercangkring, Kediri, Jawa Timur, Sabtu (2/5/2020). Jamu berbahan baku sejumlah rempah-rempah khas nusantara tersebut diproses melalui penyulingan dan hasilnya akan didonasikan kepada pasien positif COVID-19 dan warga di kawasan karantina karena dipercaya mampu meningkatkan kekebalan tubuh. ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Indonesia dinilai bisa menggarap peluang investasi di bidang farmasi, khususnya tren obat-obatan alami atau herbal yang mulai dilirik dunia.
"Indonesia punya peluang yang bagus dalam bidang ini. Apalagi obat-obatan alami dinilai lebih aman bagi kesehatan dan dampaknya lebih kompleks bagi kesehatan. Di sisi lain, di industri farmasi, tren herbal tradisional ini juga jadi langkah yang disasar ke depan," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta, Kamis.
Pada webinar bertema "Menumbuhkan kehadiran dan peran Indonesia di Rantai Pasok Global Masa Depan" Andree mengemukakan perusahaan farmasi lokal seperti Kalbe Farma pun kini tengah membidik peluang bisnis obat tradisional tersebut.
Kendati demikian, ada beberapa yang perlu jadi perhatian dalam bisnis tersebut, yakni pengembangan penelitian intensif serta pasokan bahan bakunya. Hal itu perlu dilakukan lantaran industri herbal membutuhkan pasokan logistik yang stabil dibanding obat-obatan kimia.
Baca juga: Obat herbal bisa jadi alternatif pengobatan diabetes saat pandemi
Baca juga: Warga Amazon lebih memilih obat herbal racikan sendiri untuk COVID-19
"Tapi saya percaya kita punya peluangnya dan kalau memang mau serius kita harus fokus pada apa yang bisa kita lalukan untuk meningkatkan peluang ini. Jangan lupa juga bahwa kita tidak sendiri karena ada China yang memang sudah terkenal dengan herbalnya," kata Andree.
Sementara itu Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Siswo Pramono menjelaskan berdasarkan penelitian yang dilakukan lembaganya, herbal dan rempah-rempah serta jamu punya nilai komparatif yang tinggi dan punya daya saing besar dalam analisis pasar.
"Kalau dilihat dari total ekspor produk farmasi sebesar 1,3 miliar dolar AS, 32 persennya merupakan produk campuran dan noncampuran untuk produk terapi. Kita juga sudah ekspor banyak ke Afrika. Jadi ada banyak potensi untuk mengembangkan bisnis ini," kata Siswo.
Baca juga: BPOM dorong pengembangan obat herbal untuk COVID-19
Baca juga: Kepala BPOM: Pandemi munculkan potensi obat herbal Indonesia
"Indonesia punya peluang yang bagus dalam bidang ini. Apalagi obat-obatan alami dinilai lebih aman bagi kesehatan dan dampaknya lebih kompleks bagi kesehatan. Di sisi lain, di industri farmasi, tren herbal tradisional ini juga jadi langkah yang disasar ke depan," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta, Kamis.
Pada webinar bertema "Menumbuhkan kehadiran dan peran Indonesia di Rantai Pasok Global Masa Depan" Andree mengemukakan perusahaan farmasi lokal seperti Kalbe Farma pun kini tengah membidik peluang bisnis obat tradisional tersebut.
Kendati demikian, ada beberapa yang perlu jadi perhatian dalam bisnis tersebut, yakni pengembangan penelitian intensif serta pasokan bahan bakunya. Hal itu perlu dilakukan lantaran industri herbal membutuhkan pasokan logistik yang stabil dibanding obat-obatan kimia.
Baca juga: Obat herbal bisa jadi alternatif pengobatan diabetes saat pandemi
Baca juga: Warga Amazon lebih memilih obat herbal racikan sendiri untuk COVID-19
"Tapi saya percaya kita punya peluangnya dan kalau memang mau serius kita harus fokus pada apa yang bisa kita lalukan untuk meningkatkan peluang ini. Jangan lupa juga bahwa kita tidak sendiri karena ada China yang memang sudah terkenal dengan herbalnya," kata Andree.
Sementara itu Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Siswo Pramono menjelaskan berdasarkan penelitian yang dilakukan lembaganya, herbal dan rempah-rempah serta jamu punya nilai komparatif yang tinggi dan punya daya saing besar dalam analisis pasar.
"Kalau dilihat dari total ekspor produk farmasi sebesar 1,3 miliar dolar AS, 32 persennya merupakan produk campuran dan noncampuran untuk produk terapi. Kita juga sudah ekspor banyak ke Afrika. Jadi ada banyak potensi untuk mengembangkan bisnis ini," kata Siswo.
Baca juga: BPOM dorong pengembangan obat herbal untuk COVID-19
Baca juga: Kepala BPOM: Pandemi munculkan potensi obat herbal Indonesia
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020
Tags: