Seoul,(ANTARA News) - Korea Utara, Selasa, menuduh Amerika Serikat meningkatkan produksi dan mengirimkan bom peledak-bunker yang ditargetkan kepada lokasi nuklirnya.

AS akan mengirim bom itu "untuk menyerang target bawah tanah militer dan fasilitas nuklir" di Korea Utara, kata surat kabar partai komunis yang berkuasa, Rodong Sinmun, di dalam tajuknya, sebagaimana dikutip dari AFP.

Itu membuktikan bahwa Washington tidak melepaskan "ambisinya untuk melumpuhkan" Pyongyang dengan kekuatan, katanya.

Surat kabar pemerintah, Minju Joson, dalam tajuk yang sama mengatakan, AS memproduksi bom seperti itu untuk melakukan serangan terlebih dulu terhadap fasilitas bawah tanahnya.

"Pilihan republik kami hanya bisa menunggu waktu manakala martabat dan keselamatannya di bawah ancaman, dengan memperkuat pertahanan perangnya dengan sekuat tenaga," ujarnya.

Militer AS menggunakan bom penghancur bunker dengan panduan sinar laser sejak Perang Teluk pada 1990-91, untuk menghancurkan pusat komando bawah tanah di Irak.

Kementerian Unifikasi Korea Selatan mengatakan dalam satu laporan pekan lalu bahwa Korea Utara memiliki 20 lokasi berkaitan dengan nuklir yang ditunjang oleh sekitar 3.000 pekerja.

Sebelas fasilitas itu berada di kompleks nuklir Yongbyon, di samping terdapat sembilan tambang dan fasilitas lain yang berkaitan dengan uranium, ujarnya.

Korea Utara menghentikan kegiatan Yongbyon pada tahun 2007 berdasarkan kesepakatan perlucutan nuklir enam negara.

Pada April lalu, Korea Utara menyatakan keluar dari forum tersebut dan mengumumkan pihaknya sedang melanjutkan lagi pemrosesan kembali plutonium dari bahan bakar pada reaktor yang ada.

Pyongyang telah melakukan dua kali uji coba senjata atomnya pada Mei lalu, dan mengungkapkan plutonium yang dimiliki cukup untuk membuat enam sampai delapan senjata lagi.

Korea Utara juga mengatakan bahwa pihaknya kini dalam tahapan akhir program eksperimen pengayaan uranium dalam level tinggi, satu cara lain untuk membuat bom atom.

Korea Utara telah menyampaikan kesediaan untuk kembali perundingan enam negara, namun hanya jika lebih dulu melakukan perundingan yang memuaskannya dengan Washington.

Para utusan dari kedua pihak yang jarang sekali bertemu telah melakukan pertemuan tatap muka di New York Sabtu, dalam rangka persiapan kemungkinan digelarnya perundingan bilateral.(*)