Kejati Aceh tunggu audit kerugian negara kasus korupsi keramba
6 Juli 2020 18:36 WIB
Penyidik Kejati Aceh memasang pita segel pada jaring keramba apung di Pelabuhan CT3 BPKS di Sabang, Kamis (4/7/2019). Jaring tersebut disita terkait dugaan korupsi pengadaan keramba jaring apung di Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) RI dengan nilai kontrak Rp45,5 miliar. Antara Aceh/M Haris SA
Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menyatakan masih menunggu hasil audit terhadap kerugian negara dalam kasus korupsi pengadaan keramba jaring apung di Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) dengan nilai Rp45,58 miliar untuk masyarakat Pulau Weh, Kota Sabang.
"Penanganan kasus ini masih terkendala pada audit kerugian negara di BPK," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Munawal di Banda Aceh, Senin.
Munawal menyebutkan pada pemeriksaan awal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyatakan ada beberapa bahan yang harus dilengkapi dan penyidik sudah melengkapinya.
Baca juga: Kajati Aceh: Pengusutan korupsi keramba apung terkendala audit BPK
Menurut Munawal, jika hasil audit kerugian negara sudah diketahui, maka kasus tersebut bisa segera dilimpahkan ke pengadilan. Sebab, penyelesaian kasus tersebut tinggal menunggu perhitungan kerugian negara.
Terkait dengan tersangka, Munawal mengatakan masih satu orang atas nama Dendi, sebelumnya menjabat Direktur Perikanan Nusantara, perusahaan rekanan pengadaan keramba jaring apung.
"Menyangkut jumlah tersebut, masih satu orang. Tidak tertutup kemungkinan ada penambahan tersangka baru. Penambahan tersangka tergantung pengembangan penyidikan," tutur Munawal.
Kejati Aceh mulai menyelidiki dugaan korupsi pengadaan proyek percontohan budi daya ikan lepas pantai pada Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Direktorat Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI tersebut sejak 2018.
Proyek tersebut dilaksanakan pada 2017 dengan anggaran Rp50 miliar. Proyek pengadaan tersebut dimenangkan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Baca juga: Kejati Aceh tunggu hasil audit kerugian negara kasus korupsi KKP
Hasil temuan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh, pekerjaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Perusahaan juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Pekerjaan diselesaikan pada Januari 2018, sedangkan pencairan sudah dibayarkan pada 29 Desember 2017.
Selain itu juga terdapat indikasi kelebihan bayar. Kementerian Kelautan dan Perikanan membayar 89 persen dari seharusnya 75 persen pekerjaan. Total yang dibayarkan Rp40,8 miliar lebih dari nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Dalam kasus ini, tim penyidik Kejati Aceh menyita delapan keramba apung beserta jaringnya, satu unit tongkang pakan ikan. Kemudian, satu paket sistem distribusi pakan, dan pipa pakan.
Serta, satu set sistem kamera pemantau, satu unit kapal beserta perangkatnya. Semua barang yang disita tersebut berada di beberapa tempat di Pulau Weh, Kota Sabang.
Selain menyita aset, tim penyidik juga menyita uang tunai Rp36,2 miliar. Uang tersebut diserahkan langsung dalam bentuk tunai oleh PT Perikanan Nusantara kepada Kejaksaan Tinggi Aceh.
Baca juga: Dugaan korupsi Rp45,5 miliar, Kejati Aceh periksa pejabat KKP
"Penanganan kasus ini masih terkendala pada audit kerugian negara di BPK," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Munawal di Banda Aceh, Senin.
Munawal menyebutkan pada pemeriksaan awal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyatakan ada beberapa bahan yang harus dilengkapi dan penyidik sudah melengkapinya.
Baca juga: Kajati Aceh: Pengusutan korupsi keramba apung terkendala audit BPK
Menurut Munawal, jika hasil audit kerugian negara sudah diketahui, maka kasus tersebut bisa segera dilimpahkan ke pengadilan. Sebab, penyelesaian kasus tersebut tinggal menunggu perhitungan kerugian negara.
Terkait dengan tersangka, Munawal mengatakan masih satu orang atas nama Dendi, sebelumnya menjabat Direktur Perikanan Nusantara, perusahaan rekanan pengadaan keramba jaring apung.
"Menyangkut jumlah tersebut, masih satu orang. Tidak tertutup kemungkinan ada penambahan tersangka baru. Penambahan tersangka tergantung pengembangan penyidikan," tutur Munawal.
Kejati Aceh mulai menyelidiki dugaan korupsi pengadaan proyek percontohan budi daya ikan lepas pantai pada Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Direktorat Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI tersebut sejak 2018.
Proyek tersebut dilaksanakan pada 2017 dengan anggaran Rp50 miliar. Proyek pengadaan tersebut dimenangkan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Baca juga: Kejati Aceh tunggu hasil audit kerugian negara kasus korupsi KKP
Hasil temuan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh, pekerjaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Perusahaan juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Pekerjaan diselesaikan pada Januari 2018, sedangkan pencairan sudah dibayarkan pada 29 Desember 2017.
Selain itu juga terdapat indikasi kelebihan bayar. Kementerian Kelautan dan Perikanan membayar 89 persen dari seharusnya 75 persen pekerjaan. Total yang dibayarkan Rp40,8 miliar lebih dari nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Dalam kasus ini, tim penyidik Kejati Aceh menyita delapan keramba apung beserta jaringnya, satu unit tongkang pakan ikan. Kemudian, satu paket sistem distribusi pakan, dan pipa pakan.
Serta, satu set sistem kamera pemantau, satu unit kapal beserta perangkatnya. Semua barang yang disita tersebut berada di beberapa tempat di Pulau Weh, Kota Sabang.
Selain menyita aset, tim penyidik juga menyita uang tunai Rp36,2 miliar. Uang tersebut diserahkan langsung dalam bentuk tunai oleh PT Perikanan Nusantara kepada Kejaksaan Tinggi Aceh.
Baca juga: Dugaan korupsi Rp45,5 miliar, Kejati Aceh periksa pejabat KKP
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020
Tags: