Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan pihaknya telah bekerja keras, dan meyakini Indonesia akan mampu mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 26 persen pada tahun 2020.

Siti di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, mengatakan pada 2017 Indonesia sudah berhasil menurunkan emisi GRK hingga 24,7 persen. Pada 2018, penurunan emisi GRK terus belanjut, namun di 2019 memang terdapat kendala karena banyaknya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Tapi di 2020 ini kita kerja keras. Jadi saya di 2020, untuk 26 persen cukup optimistis,” ujarnya.

Adapun sejak 10 tahun lalu, tepatnya Mei 2010, Indonesia menyepakati nota kesepahaman (letter of intent/LoI) dengan Norwegia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation/REDD+).
Baca juga: Presiden Jokowi beberkan langkah capai target penurunan gas rumah kaca

Dalam kesepakatan itu, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK hingga 26 persen pada 2020, kemudian meningkat menjadi 29 persen (dengan usaha sendiri), dan sebesar 41persen (dengan kerja sama teknik luar negeri) pada 2030.

Siti mengatakan kerja sama Indonesia dan Norwedia ini telah menjadi contoh bagi negara lain dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan.

Indonesia, ujar Siti, dalam REDD+, sudah mengupayakan penanganan lahan gambut. Misalnya dengan penerbitan Instruksi Presiden Nomor 10/2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut yang selalu diperpanjang setiap dua tahun dan akhirnya dipermanenkan pada 2019.

Kemudian, Indonesia juga menangani dengan serius kebakaran hutan dan lahan (karhutla), serta mencegah deforesasi. Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan penegakan hukum yang tegas bagi pelaku karhutla.

Baca juga: Presiden Jokowi ingatkan target penurunan Gas Rumah Kaca Indonesia
“Ada juga pengembangan energi angin di Sulawesi, ‘electromobility’ kita sudah mulai,” ujar dia.

Kemudian, Indonesia juga telah mengembangkan penggunaan Bahan Bakar Minyak campuran 30 persen Biodiesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis Solar (B30), yang selanjutnya akan menjadi B50, dan B100.

“Atas prestasi itu, pada 2 juli 2020 sudah ada pertemuan grup konsultasi gabungan (joint consultation group) dari RI dan Norwegia, itu disepakati 11 juta ton atau senilai dana 56 juta dolar AS atau Rp800 miliar itu yang terkait pembayaran prestasi komitmen Indonesia terhadap penurunan GRK,” ujar dia.

Pembayaran dana kepada Indonesia itu karena penurunan emisi 11,2 juta ton ekuivalen karbon dioksida (CO2eq) selama 2016-2017.

“Indonesia terus konsisten terhadap komitmetnya. Kenapa konsisten? selain untuk kontribusi penurunan GRK dunia, tapi kita punya pasal 28H UUD 1945 yakni WNI punya hak untuk mendapat lingkungan yang baik,” ujar dia.
Baca juga: Pemerintah antisipasi lonjakan emisi saat pemulihan ekonomi nasional