Tokyo (ANTARA News) - Euro mencapai tertinggi 14-bulan terhadap dolar di perdagangan Asia, Senin, di tengah tanda-tanda bahwa China mungkin meningkatkan kepemilikan mata uang Eropa, kata para dealer.

Euro naik menjadi 1,5061 dolar di Tokyo tengah hari perdagangan, tingkat tertinggi sejak 11 Agustus 2008 dan naik dari 1,5027 di New York akhir Jumat.

Dolar jatuh ke 91,60 yen dari 92,07 yen. Euro jatuh ke 137,91 yen dari 138,26 yen.

Pedagang mengutip potongan opini oleh pejaba bank sentral China di Financial News, dengan mengatakan bahwa Beijing harus meningkatkan kepemilikan dari euro dan yen, sebagai faktor dibalik bergeraknya mata uang.

China telah menginvestasikan sebagian besar cadangan devisanya yang besar dalam aset dolar AS, karena aman meski imbal hasil obigasi negara AS itu rendah, tetapi di tengah krisis keuangan

Beijing telah mencoba mediversifikasi investasi untuk memperbaiki imbal hasilnya.

Greenback telah tertekan turun baru-baru ini oleh spekulasi bahwa Amerika Serikat mungkin akan lebih lambat dibandingkan dengan beberapa negara ekonomi utama lainnya untuk menaikkan suku bunga.

Investor umumnya lebih memilih mata uang negara yang menawarkan hasil yang lebih tinggi.

Laporan terbaru di Financial Times dan media lain menyatakan bahwa para pembuat kebijakan moneter AS memodifikasi merenungkan kata-kata mereka pada prospek suku bunga ketika mereka mengeluarkan pernyataan bulan depan.

Para pejabat dikatakan mempertimbangkan menjatuhkan referensi terhadap suku bunga yang diperkirakan masih pada tingkat yang sangat rendah untuk sebuah "periode perpanjangan", membuka pintu ke akhirnya pengetatan kebijakan karena perekonomian meningkat.

Tetapi "investor skeptis apakah akan realistis (untuk Federal Reserve AS) untuk mengakhiri kebijakan tingkat bunga nol di tengahk isi ekonomi saat ini," kata penyiasat Chuo Mitsui Trust Bank, Yosuke Hosokawa .

"Dolar akan terus berada di tren lemah," katanya.

The Fed telah mempertahankan tingkat suku bunga utamanya dalam kisaran nol hingga 0,25 persen sejak Desember lalu untuk membantu perekonomian AS pulih dari resesi terburuk dalam beberapa dasawarsa. (*)