Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai TKDN Produk Farmasi untuk mendukung kemandirian sektor industri farmasi tersebut
“Peningkatan utilisasi TKDN merupakan kunci utama agar Indonesia dapat menjadi negara yang mandiri di sektor farmasi, khususnya dalam hal produksi bahan baku obat,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangannya di Jakarta, Senin.
Penerapan TKDN bagi industri farmasi juga dipandang sebagai upaya memacu serta merangsang pelaku industri untuk membangun industri bahan baku obat (Active Pharmaceuticals Ingredients) di dalam negeri.
“Tentunya, dengan potensi pasar dalam negeri yang sangat besar sekaligus merupakan sebuah peluang untuk menarik investor, agar mereka mengembangkan bahan baku obat di Indonesia,” kata Menperin.
Menurut dia, pasar di dalam negeri sangat potensial bagi produk-produk farmasi dengan kandungan lokal tinggi karena bisa menjadi preferensi dalam pengadaan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Baca juga: Jurus Kemenperin wujudkan kemandirian industri farmasi dan alkes
Oleh karenanya dalam Permenperin 16/2020 itu disebutkan bahwa tata cara penghitungan nilai TKDN produk farmasi bukan lagi menggunakan metode cost based, tetapi dengan metode processed based.
Pertimbangannya, metode ini lebih sesuai untuk diterapkan di industri farmasi, karena sifat industri tersebut yang spesifik dengan formulasi sangat banyak dan beragam, serta berdasarkan hasil riset dan pengembangan yang panjang dan menggunakan biaya besar.
“Dengan processed based, berarti ada penghargaan atas upaya riset dan pengembangan yang dilakukan oleh pelaku industri farmasi. Metode ini dapat mempertahankan kerahasiaan formulasi yang dimiliki perusahaan tanpa meninggalkan kaidah dan tujuan yang ingin dicapai dari pemberlakuan TKDN produk farmasi ini,” kata Menperin.
Ia menjelaskan penghitungan nilai TKDN produk farmasi berdasar processed based dilakukan dengan menggunakan pembobotan terhadap kandungan bahan baku sebesar 50 persen, proses penelitian dan pengembangan sebesar 30 persen, proses produksi sebesar 15 persen, serta proses pengemasan sebesar lima persen.
Baca juga: Kemenperin: Industri farmasi-alkes masuk program Making Indonesia 4.0
Penghitungan nilai TKDN produk farmasi itu diharapkan dapat mendorong pengembangan industri bahan baku obat, meningkatkan riset dan pengembangan obat baru.
“Selain itu, dengan produksi sediaan obat baru serta bahan baku yang berasal dari herbal dapat mengurangi impor bahan baku obat dan mendorong kemandirian bangsa di sektor kesehatan,” tegas Menperin.
Ia mengungkapkan kemampuan industri hilir farmasi dalam negeri saat ini didukung oleh 240 perusahaan yang didominasi 212 perusahaan swasta nasional, kemudian 24 perusahaan multinasional, dan empat BUMN. Pada umumnya perusahaan-perusahaan tersebut bergerak dalam formulasi obat atau produk obat jadi.
“Dengan kekuatan ini, kebutuhan obat nasional sebesar 80 hingga 90 persen sudah mampu dipenuhi, sisanya merupakan obat paten dan berteknologi tinggi yang masih harus diimpor,” ujar Menperin.
Baca juga: Kemenperin dorong kemandirian industri alat kesehatan dan farmasi
Kemenperin terbitkan aturan hitungan TKDN produk farmasi
6 Juli 2020 13:38 WIB
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita. ANTARA/HO-Kemenperin/am.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020
Tags: