Pengamat: Nasionalisme PNI patut diteladani parpol modern
5 Juli 2020 22:25 WIB
Dokumentasi - Sejumlah simpatisan berparade dengan menggunakan atribut saat kampanye Partai Nasional Indonesia (PNI) di Kemayoran Gempol, Jakarta Pusat, 22 Mei 1971. ANTARA FOTO/IPPHOS/asf/1971.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Dr Emrus Sihombing menilai semangat nasionalisme para tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI) patut menjadi teladan bagi partai-partai politik di era modern sekarang.
"Belajar dari sejarah, kita bisa belajar bagaimana PNI saat itu dengan semangat nasionalisme mengobarkan perjuangan melawan penjajah," katanya, saat dihubungi dari Jakarta, Minggu malam.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Emrus Corner itu merefleksikan 4 Juni yang menjadi hari kelahiran PNI pada 1927.
Emrus menilai semangat nasionalisme secara organisasi sebenarnya sudah terpupuk baik di parpol-parpol yang ada di Indonesia sekarang, tetapi masih banyak individu yang berperilaku menyimpang dari nasionalisme.
"Walaupun bisa dikatakan oknum. Contohnya korupsi. Korupsi itu mengambil hak orang lain, hak rakyat. Maka, bisa dikatakan (koruptor) itu nilai nasionalismenya 'zero' alias nol," katanya.
Nasionalisme, kata dia, menumbuhkan pula semangat persatuan tanpa membedakan latar belakang dan golongan dengan satu tujuan yang sama sebagai bangsa.
Makanya, Emrus mengatakan semangat nasionalisme saat masa perjuangan lebih mudah dikobarkan karena sedang menghadapi penjajah yang membuat seluruh elemen bangsa bersatu tanpa membedakan latar belakang.
"Semestinya semangat nasionalisme yang sama harus dimiliki generasi sekarang ini. Makanya, perlu dikonstruksi semacam 'ancaman' yang harus dihadapi bersama-sama, yakni ketertinggalan dari bangsa lain," katanya.
Jika mengusir penjajah dan merdeka menjadi pengobar semangat nasionalisme zaman dulu, kata dia, maka ketertinggalan dari bangsa lain dan ingin maju harus menjadi pengobar nasionalisme di zaman sekarang.
Persoalannya, kata dia, ada dua kelompok sosial yang membuat susah tergugah nasionalismenya, yakni mereka yang merasa telah menikmati kesejahteraan di Indonesia tanpa merasa tertinggal dari bangsa lain.
"Kedua, kelompok masyarakat yang belum mendapatkan kesejahteraan, tetapi mereka tidak sadar ketertinggalan ini sebagai ancaman bagi bangsa," katanya.
Oleh karena itu, Emrus mengingatkan parpol-parpol yang ada sekarang harus bisa menggugah semangat nasionalisme para kader mudanya dengan merefleksikan semangat nasionalisme PNI dengan kondisi sekarang.
"Artinya, semangat nasionalisme Soekarno, tokoh PNI, dan para pejuang kemerdekaan jangan sampai luntur karena alasan apapun," katanya, menegaskan.
PNI dikenal sebagai parpol tertua di Indonesia yang diidirikan pada 4 Juli 1927 dengan nama awal Perserikatan Nasional Indonesia oleh Soekarno, Dr Tjipto Mangunkusumo, Mr Budhyarto Martoarmodjo, Mr Iskak Tjokroadisurjo, dan sejumlah tokoh lainnya.
"Belajar dari sejarah, kita bisa belajar bagaimana PNI saat itu dengan semangat nasionalisme mengobarkan perjuangan melawan penjajah," katanya, saat dihubungi dari Jakarta, Minggu malam.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Emrus Corner itu merefleksikan 4 Juni yang menjadi hari kelahiran PNI pada 1927.
Emrus menilai semangat nasionalisme secara organisasi sebenarnya sudah terpupuk baik di parpol-parpol yang ada di Indonesia sekarang, tetapi masih banyak individu yang berperilaku menyimpang dari nasionalisme.
"Walaupun bisa dikatakan oknum. Contohnya korupsi. Korupsi itu mengambil hak orang lain, hak rakyat. Maka, bisa dikatakan (koruptor) itu nilai nasionalismenya 'zero' alias nol," katanya.
Nasionalisme, kata dia, menumbuhkan pula semangat persatuan tanpa membedakan latar belakang dan golongan dengan satu tujuan yang sama sebagai bangsa.
Makanya, Emrus mengatakan semangat nasionalisme saat masa perjuangan lebih mudah dikobarkan karena sedang menghadapi penjajah yang membuat seluruh elemen bangsa bersatu tanpa membedakan latar belakang.
"Semestinya semangat nasionalisme yang sama harus dimiliki generasi sekarang ini. Makanya, perlu dikonstruksi semacam 'ancaman' yang harus dihadapi bersama-sama, yakni ketertinggalan dari bangsa lain," katanya.
Jika mengusir penjajah dan merdeka menjadi pengobar semangat nasionalisme zaman dulu, kata dia, maka ketertinggalan dari bangsa lain dan ingin maju harus menjadi pengobar nasionalisme di zaman sekarang.
Persoalannya, kata dia, ada dua kelompok sosial yang membuat susah tergugah nasionalismenya, yakni mereka yang merasa telah menikmati kesejahteraan di Indonesia tanpa merasa tertinggal dari bangsa lain.
"Kedua, kelompok masyarakat yang belum mendapatkan kesejahteraan, tetapi mereka tidak sadar ketertinggalan ini sebagai ancaman bagi bangsa," katanya.
Oleh karena itu, Emrus mengingatkan parpol-parpol yang ada sekarang harus bisa menggugah semangat nasionalisme para kader mudanya dengan merefleksikan semangat nasionalisme PNI dengan kondisi sekarang.
"Artinya, semangat nasionalisme Soekarno, tokoh PNI, dan para pejuang kemerdekaan jangan sampai luntur karena alasan apapun," katanya, menegaskan.
PNI dikenal sebagai parpol tertua di Indonesia yang diidirikan pada 4 Juli 1927 dengan nama awal Perserikatan Nasional Indonesia oleh Soekarno, Dr Tjipto Mangunkusumo, Mr Budhyarto Martoarmodjo, Mr Iskak Tjokroadisurjo, dan sejumlah tokoh lainnya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: