Jakarta (Antara News) - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menentang rencana Ditjen Bea Cukai (BC) memindahkan barang impor dari Tanjung Priok ke Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu, Jababeka, Bekasi, karena bertentangan dengan aturan dan akan mengakibatkan semakin besarnya ongkos yang harus dikeluarkan importir.
"Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia menolak pemberlakuan Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu atau KPPT," kata ketua Umum GINSI Amirdin Saud kepada ANTARA di Jakarta, Minggu.
Amirudin mengatakan semua barang impor yang umumnya dimasukkan ke peti kemas melalui Pelabuhan Tanjung Priok menggunakan sistem C and F (cost and freight) sehingga barang harus diambil di Tanjung Priok.
"Pemindahan barang milik importir dari Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta Utara ke kawasan Jababeka, Bekasi melanggar peraturan internasional. Siapa pun yang menyelenggarakan pemindahan barang milik importir dari pelabuhan Tanjung Priok ke kawasan Jababeka, akan dibawa ke pengadilan," kata Amirudin.
Ia mengingatkan seluruh jajaran Ditjen Bea Cukai bahwa tugas mereka hanya mengawasi barang impor dan ekspor.
Amirudin yang sudah lebih dari 22 tahun menjadi Ketua Umum GINSI mengatakan mengatakan tempat penampungan peti kemas atau kontainer di Tanjung Priok masih cukup luas, apalagi Terminal II selama tiga tahun terakhir sudah tidak pernah digunakan.
"Lapangan-lapangan yang sudah diratakan dan lapangan yang sudah ada selama ini diperkirakan mampu menampung enam juga kontener setiap tahunnya.
Berbagai pertemuan bagi pembuatan KPPT yang selama ini selalu dipimpin Dirjen Bea Cukai Anwar Suprijadi tidak pernah melibatkan administrator pelabuhan Tanjung Priok sehingga kami menduga pimpinan Bea Cukai itu memiliki kepentingan tersendiri," katanya.
GINSI juga berpendapat pembangunan KPPT di Jababeka akan mengakibatkan biaya ekonomi tinggi.
"Pemindahan barang impor ke Jababeka itu membebani para importir karena akan dikenakan biaya tidak kurang dari Rp10 juta per kontainer," kata Amirufdin.
Jika seluruh kontener dari Tanjung Priok dipindahkan ke kawasan Jababeka, maka importir akan menanggung biaya pemindahan sekitar Rp20 triliun.
"Itu pemerasan," tegas Amirudin.
GINSI mengaku telah menyampaikan keluhan ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu, Menteri Perindustrian MS Hidayat, dan Menteri Perhubungan Freddy Numberi. (*)
Importir Tolak Keras Rencana Bea Cukai
25 Oktober 2009 08:35 WIB
(ANTARA/Andika Wahyu)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009
Tags: