KKP lepasliarkan dua "fosil hidup" di Sumatera Utara
4 Juli 2020 17:27 WIB
Aparat membawa Belangkas yang akan dilepasliarkan, satwa yang kerap disebut "fosil hidup" karena telah lama ada di muka bumi sebelum adanya dinosaurus. ANTARA/HO-KKP/am.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melepasliarkan dua ekor Belangkas, yang kerap disebut "fosil hidup" karena telah ada di bumi hampir 200 juta tahun sebelum munculnya dinosaurus di kawasan perairan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
"Pelepasliaran ini merupakan upaya untuk melestarikan satwa yang dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Belangkas ini merupakan salah satu kekayaan hayati Indonesia yang jumlahnya semakin berkurang karena banyak diburu," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Tb Haeru Rahayu, dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.
Ia memaparkan, Pengawas Perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan bersama dengan TNI AL dan Kelompok Konservasi Pasar Sorkam melepasliarkan dua ekor Belangkas yang tertangkap oleh jaring nelayan setempat.
Haeru menjelaskan bahwa penyelamatan Belangkas tersebut tidak lepas dari sinergi yang baik antara masyarakat dan aparat di lapangan. Koordinasi dilakukan dengan baik dan cepat sehingga Belangkas tetap hidup untuk kemudian dilepasliarkan.
Baca juga: Polisi tetapkan dua tersangka penyelundupan belangkas ke Malaysia
Baca juga: BBKSDA Riau musnahkan ribuan satwa dilindungi belangkas sitaan
Baca juga: Sembilan belangkas dilepasliarkan di Rohil
"Apresiasi kami sampaikan khususnya kepada Kelompok Konservasi Pasar Sorkam yang segera melakukan penanganan awal dan melaporkan adanya Belangkas yang tertangkap oleh jaring nelayan," terang Tb.
Belangkas atau mimi merupakan salah satu satwa dilindungi yang memiliki bentuk yang unik, yakni sekilas tubuhnya terlihat seperti ikan pari dengan kulit yang kaku dan keras.
Bentuk tubuh bagian depannya juga dianggap mirip dengan tapal kuda sehingga dikenal juga sebagai Perahorseshoe crab atau kepiting tapal kuda.
Belangkas ini hidup di perairan dangkal, yaitu kawasan payau dan mangrove atau hutan bakau.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan, Matheus Eko Rudianto menyampaikan bahwa pelestarian Belangkas ini merupakan upaya menjaga kelestarian sumber daya perikanan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009.
Sebelum dibentuk KKP, Secara khusus pengaturan terhadap satwa yang dilindungi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dan kemudian lebih lanjut Belangkas ditetapkan sebagai satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018.
Eko menambahkan bahwa Belangkas memiliki peran penting bagi ekosistem perairan karena merupakan organisme yang membantu dalam proses penguraian sampah di laut. "Sebagai organisme yang membantu proses penguraian sampah di laut, belangkas ini tentu perannya sangat penting," jelas Eko.
Eko menambahkan bahwa menurunnya jumlah Belangkas di alam selain dipengaruhi oleh penurunan kualitas perairan karena pencemaran dan perusakan habitat, juga tidak lepas dari maraknya perburuan secara ilegal.
Tercatat, selama masa pandemi COVID-19, ada 13 kasus yang ditangani oleh Ditjen PSDKP bersama dengan instansi terkait di berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa ikan dilindungi seperti Dugong, penyu dan paus berhasil diselamatkan dalam kurun waktu tersebut.*
"Pelepasliaran ini merupakan upaya untuk melestarikan satwa yang dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Belangkas ini merupakan salah satu kekayaan hayati Indonesia yang jumlahnya semakin berkurang karena banyak diburu," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Tb Haeru Rahayu, dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.
Ia memaparkan, Pengawas Perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan bersama dengan TNI AL dan Kelompok Konservasi Pasar Sorkam melepasliarkan dua ekor Belangkas yang tertangkap oleh jaring nelayan setempat.
Haeru menjelaskan bahwa penyelamatan Belangkas tersebut tidak lepas dari sinergi yang baik antara masyarakat dan aparat di lapangan. Koordinasi dilakukan dengan baik dan cepat sehingga Belangkas tetap hidup untuk kemudian dilepasliarkan.
Baca juga: Polisi tetapkan dua tersangka penyelundupan belangkas ke Malaysia
Baca juga: BBKSDA Riau musnahkan ribuan satwa dilindungi belangkas sitaan
Baca juga: Sembilan belangkas dilepasliarkan di Rohil
"Apresiasi kami sampaikan khususnya kepada Kelompok Konservasi Pasar Sorkam yang segera melakukan penanganan awal dan melaporkan adanya Belangkas yang tertangkap oleh jaring nelayan," terang Tb.
Belangkas atau mimi merupakan salah satu satwa dilindungi yang memiliki bentuk yang unik, yakni sekilas tubuhnya terlihat seperti ikan pari dengan kulit yang kaku dan keras.
Bentuk tubuh bagian depannya juga dianggap mirip dengan tapal kuda sehingga dikenal juga sebagai Perahorseshoe crab atau kepiting tapal kuda.
Belangkas ini hidup di perairan dangkal, yaitu kawasan payau dan mangrove atau hutan bakau.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan, Matheus Eko Rudianto menyampaikan bahwa pelestarian Belangkas ini merupakan upaya menjaga kelestarian sumber daya perikanan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009.
Sebelum dibentuk KKP, Secara khusus pengaturan terhadap satwa yang dilindungi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dan kemudian lebih lanjut Belangkas ditetapkan sebagai satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018.
Eko menambahkan bahwa Belangkas memiliki peran penting bagi ekosistem perairan karena merupakan organisme yang membantu dalam proses penguraian sampah di laut. "Sebagai organisme yang membantu proses penguraian sampah di laut, belangkas ini tentu perannya sangat penting," jelas Eko.
Eko menambahkan bahwa menurunnya jumlah Belangkas di alam selain dipengaruhi oleh penurunan kualitas perairan karena pencemaran dan perusakan habitat, juga tidak lepas dari maraknya perburuan secara ilegal.
Tercatat, selama masa pandemi COVID-19, ada 13 kasus yang ditangani oleh Ditjen PSDKP bersama dengan instansi terkait di berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa ikan dilindungi seperti Dugong, penyu dan paus berhasil diselamatkan dalam kurun waktu tersebut.*
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: