Ramallah, Tepi Barat (ANTARA News/Reuters) - Presiden Mahmoud Abbas memutuskan Jumat bahwa pemilihan umum Palestina akan diadakan pada 24 Januari, setelah kelompok-kelompok yang bersaing gagal mencapai perjanjian persatuan dalam perundingan yang ditengahi Mesir.

Pemimpin Palestina yang mendapat dukungan Barat itu mengeluarkan dekrit bahwa pemilihan umum presiden dan parlemen akan diadakan di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza.

Penetapan pemilu itu diputuskan setelah kelmpok sekular Fatah kubu Abbas tidak bisa mencapai perjanjian rekonsiliasi dengan gerakan Islamis Hamas yang menguasai Jalur Gaza.

Para pejabat Hamas mengatakan, seruan pemilu oleh Abbas itu merugikan upaya-upaya rekonsiliasi.

Mesir telah menuduh kelompok pejuang Hamas tidak setia karena menolak menandatangani sebuah perjanjian penyatuan dengan kepemimpinan Palestina sesuai dengan jadwal.

"Mesir terkejut dengan penundaan Hamas ketika mereka menyatakan tidak bisa datang ke Kairo pada tanggal yang telah direncanakan," kata seorang Mesir awal pekan ini, seperti dikutip surat kabar Al-Ahram.

"Penundaan rekonsiliasi itu dan kenyataan bahwa Hamas menciptakan lingkungan yang menakutkan di wilayah-wilayah Palestina menunjukkan bahwa Hamas tidak setia dan memiliki agendanya sendiri," kata pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

Mesir sebelumnya mengumumkan bahwa delegasi-delegasi Hamas dan Fatah akan datang ke Kairo untuk menandatangani perjanjian yang telah tertunda itu pada 25-26 Oktober.

Perjanjian itu menetapkan penyelenggaraan pemilihan umum parlemen dan presiden pada Juni tahun depan dan pemulihan kembali tugas 3.000 anggota eks-aparat keamanan pimpinan Fatah di Gaza.

Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.

Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas.

Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.
(*)