Kejagung dalami keterlibatan sindikat penyelundupan kain tekstil Batam
3 Juli 2020 20:26 WIB
Salah satu pejabat aktif dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Batam (kanan) menutupi wajahnya dengan kertas saat menuju mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (24-6-2020). . ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Jakarta (ANTARA) - Jaksa penyidik Kejaksaan Agung masih mendalami dugaan keterlibatan pengusaha sebagai sindikat penyelundupan kain tekstil di Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Batam.
"Kami periksa tiga saksi dari pengusaha dan pejabat di kawasan kepabeanan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono di Jakarta, Jumat.
Hari menyebut bahwa jaksa penyidik telah memeriksa kembali Direktur PT Berkas Anugerah Shabilla Batam Dewi Sulastri dan dua orang pejabat kawasan kepabeanan.
Dua orang saksi itu, yakni pimpinan Kerja Sama Operasional (KSO) Sucofindo-Surveyor Indonesia Erwin Ernano Hoesni dan Saiful Amri Sinaga sebagai Pelaksana Pemeriksa Bidang Penindakan dan Penyidikan KPU Bea Cukai Batam.
Baca juga: Kejagung usut peran pengusaha Robert dalam korupsi importasi tekstil
Pemeriksaan tersebut untuk mencari alat bukti dan tersangka lainnya yang terlibat dalam penyelundupan ratusan kontainer kain tekstil ke Indonesia.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah meminta keterangan enam pejabat bea cukai, yakni Kepala Kantor KPU Bea Cukai Batam Susila Brata, Kabid PFPC 1 KPU Bea Cukai Batam Yosef Hendriyansyah, Kabid 2 KPU Bea dan Cukai Batam Mohammad Munif.
Saksi lainnya, Kepala Seksi Intelijen II KPU Bea Cukai Batam Anugrah Arif Setiawan, serta Ramadhan Utama dan Randuk Marito Siregar selaku Pemeriksa Barang pada KPU Bea Cukai Batam.
Sejauh ini Kejaksaan Agung telah menetapkan status tersangka terhadap Mukhamad Muklas (Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai KPU Bea Cukai Batam), Dedi Aldrian (Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada KPU Bea dan Cukai Batam), dan Hariyono Adi Wibowo (Kepala Seksi Pabean dan Cukai I pada KPU Bea dan Cukai Batam).
Berikutnya, Kamaruddin Siregar (Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada KPU Bea dan Cukai Batam) dan Irianto selaku pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.
Baca juga: Korupsi tekstil Direktur Mutiarabusana Robert diperiksa Kejagung
Baca juga: Dua pejabat Dirjen Bea Cukai diperiksa soal korupsi importasi tekstil
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selanjutnya, subsidair Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Perseroan Terbatas Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima dketahui kerap mengimpor 566 kontainer bahan kain dengan modus mengubah invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi bea masuk serta mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) dengan cara menggunakan surat keterangan asal (SKA) tidak sah.
"Hal tersebut menjadi salah satu penyebab banyaknya produk kain impor di dalam negeri sehingga menjadi penyebab kerugian perekonomian negara," ujar Hari.
"Kami periksa tiga saksi dari pengusaha dan pejabat di kawasan kepabeanan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono di Jakarta, Jumat.
Hari menyebut bahwa jaksa penyidik telah memeriksa kembali Direktur PT Berkas Anugerah Shabilla Batam Dewi Sulastri dan dua orang pejabat kawasan kepabeanan.
Dua orang saksi itu, yakni pimpinan Kerja Sama Operasional (KSO) Sucofindo-Surveyor Indonesia Erwin Ernano Hoesni dan Saiful Amri Sinaga sebagai Pelaksana Pemeriksa Bidang Penindakan dan Penyidikan KPU Bea Cukai Batam.
Baca juga: Kejagung usut peran pengusaha Robert dalam korupsi importasi tekstil
Pemeriksaan tersebut untuk mencari alat bukti dan tersangka lainnya yang terlibat dalam penyelundupan ratusan kontainer kain tekstil ke Indonesia.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah meminta keterangan enam pejabat bea cukai, yakni Kepala Kantor KPU Bea Cukai Batam Susila Brata, Kabid PFPC 1 KPU Bea Cukai Batam Yosef Hendriyansyah, Kabid 2 KPU Bea dan Cukai Batam Mohammad Munif.
Saksi lainnya, Kepala Seksi Intelijen II KPU Bea Cukai Batam Anugrah Arif Setiawan, serta Ramadhan Utama dan Randuk Marito Siregar selaku Pemeriksa Barang pada KPU Bea Cukai Batam.
Sejauh ini Kejaksaan Agung telah menetapkan status tersangka terhadap Mukhamad Muklas (Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai KPU Bea Cukai Batam), Dedi Aldrian (Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada KPU Bea dan Cukai Batam), dan Hariyono Adi Wibowo (Kepala Seksi Pabean dan Cukai I pada KPU Bea dan Cukai Batam).
Berikutnya, Kamaruddin Siregar (Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada KPU Bea dan Cukai Batam) dan Irianto selaku pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.
Baca juga: Korupsi tekstil Direktur Mutiarabusana Robert diperiksa Kejagung
Baca juga: Dua pejabat Dirjen Bea Cukai diperiksa soal korupsi importasi tekstil
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selanjutnya, subsidair Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Perseroan Terbatas Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima dketahui kerap mengimpor 566 kontainer bahan kain dengan modus mengubah invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi bea masuk serta mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) dengan cara menggunakan surat keterangan asal (SKA) tidak sah.
"Hal tersebut menjadi salah satu penyebab banyaknya produk kain impor di dalam negeri sehingga menjadi penyebab kerugian perekonomian negara," ujar Hari.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: