Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi tiga saksi yang diperiksa dalam penyidikan kasus suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Tahun 2007-2017 soal aliran uang yang dinikmati oleh pihak-pihak di PTDI.

"Penyidik mengonfirmasi kepada para saksi soal dugaan sejumlah uang yang dinikmati oleh pihak-pihak di PTDI," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

KPK memeriksa tiga saksi tersebut untuk tersangka mantan Direktur Utama PTDI Budi Santoso (BS).

Tiga saksi, yakni Direktur Utama PT Angkasa Mitra 2005-2011 atau Staff Supporting Technique PT Bumiloka Tegar Perkasa Cahyo Mulyono, Direktur PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Angkasa Mitra Karya, dan Direktur Utama PT Bumiloka Tegar Perkasa Nanang Hamdani Baswani, dan karyawan swasta Devi Arradhani Yanty.

Baca juga: KPK panggil tiga saksi penyidikan kasus bekas Dirut PTDI Budi Santoso
Baca juga: KPK perpanjang penahanan dua tersangka kasus suap di PTDI
Baca juga: KPK panggil tujuh saksi kasus suap Budi Santoso


Selain itu, penyidik juga menggali keterangan para saksi terkait dugaan adanya bukti pengeluaran dari pihak mitra penjualan ke personal di PTDI.

Selain Budi, KPK juga telah menetapkan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ) sebagai tersangka. Keduanya telah diumumkan sebagai tersangka pada 12 Juni 2020.

Kasus bermula pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PTDI. Adapun pengadaan dan pemasaran tersebut dilakukan secara fiktif.

Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PTDI.

"Proses mendapatkan dana itu dilakukan dengan pengerjaan yang sebagaimana saya sampaikan penjualan dan pemasaran secara fiktif. Ada beberapa pihak yang ikut di dalam proses tersebut dan tentu ini akan kami kembangkan," ungkap Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6).

Firli menjelaskan bahwa pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PTDI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itulah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif," ungkapnya.

Selanjutnya pada 2011, kata dia, PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

"Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih kalau kami jumlahkan Rp330 miliar terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau kita setarakan dengan Rp14.500 perdolar AS maka nilainya Rp125 miliar," tuturnya.

Dengan demikian, kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PTDI periode 2007-2017 senilai Rp330 miliar.