Tangerang (ANTARA News) - Pakar hukum pidana, Chairul Huda mengatakan Prita Mulyasari, terdakwa pencemaran nama baik manajemen RS Omni Internasional, Serpong, Tangerang, tidak pelu dijerat UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Prita mengirimkan surat eletronik (email) kepada rekannya secara pribadi bukan disebarkan untuk umum, maka tidak tepat disebut melanggar UU ITE," kata Dr. Chairul Huda MH di Tangerang, Rabu.

Chairul adalah dosen hukum pada Universitas Muhammadiyah Jakarta dihadirkan oleh pengacara Prita, OC Kaligis pada sidang yang diketuai hakim Arthur Hangewa dan dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riyadi dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli.

Prita pernah mendekam di LP Wanita Tangerang selama 21 hari karena dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh dr, Hengky Gozal dan dr. Grace, setelah itu statusnya berubah menjadi tahanan kota lalu akhirnya dibebaskan.

Namun pada putusan sela Prita dinyatakan bebas, sebaliknya jaksa melakukan perlawanan ke Pengadilan Tinggi (PT) Banten yang akhirnya dikabulkan sehingga sidang dibuka kembali.

Chairul mengatakan, menyebarkan email kepada rekan tentang keluhan tidak dapat dijerat pasal pencemaran nama baik karena disampaikan secara pribadi.

Tetapi jika Prita menempelkan selebaran atau membuat iklan pada surat kabar atau di media elektronik agar diketahui secara umum, maka baru dia bisa dijerat pasal pencemaran nama baik.

Dia juga menyebut pasal dakwaan kepada Prita tidak tetap dan harus dikaji kembali karena bersifat pribadi karena merupakan bagian dari kemerdekaan menyampaikan pendapat, bukan untuk diketahui oleh publik.

Dia juga mengutipkan UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang dijamin dalam Konstitusi Indonesia.

Oleh karena, sambung pakar hukum pidana itu, kasus pencemaran nama baik Prita tidak dapat dibuktikan karena hanya bersifat perorangan. (*)