Pelajar peraih ratusan penghargaan gagal PPDB jalur prestasi
2 Juli 2020 18:43 WIB
Pelajar dengan ratusan prestasi, Aristawidya Maheswari, memperlihatkan bingkai foto saat dirinya berpose dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di kediamannya Rusun Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur, Kamis (2/7/2020). (ANTARA/Andi Firdaus).
Jakarta (ANTARA) - Pelajar peraih 700 lebih penghargaan tingkat sekolah hingga nasional, Aristawidya Maheswari, gagal dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 jalur prestasi di Jakarta karena faktor usia.
"Arista sudah coba jalur prestasi, tapi gagal sebab aturannya mengharuskan penghargaan yang diraih dalam dua tahun terakhir," kata nenek Arista, Siwi Purwanti (60) di Jakarta, Kamis.
Perempuan alumni SMPN 92 Jakarta Timur itu dijumpai ANTARA di kediaman Rumah Susun Jatinegara Kaum, Pulo Gadung Jakarta Timur.
Dinding ruangan tempat tinggal berukuran 8 x 4 meter persegi dihiasi berbagai karya Arista berupa seni lukis bertema anak-anak hingga pemandangan alam.
Di antara puluhan lukisan terselip sejumlah pigura kaca yang membungkus frame foto Arista bersama sejumlah tokoh nasional seperti Gubernur DKI Anies Baswedan, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Almarhum Ani Yudhoyono, hingga BJ Habibie.
Baca juga: Anggota DPR: Kemendikbud tinjau ulang juklak dan juknis PPDB Jakarta
Di sudut ruang tamu terdapat rak kayu bertingkat lima yang penuh dengan piala hingga plakat penghargaan yang pernah diraih Arista.
Dari sekian banyak penghargaan, terdapat setidaknya dua piala yang membuat anak yatim piatu itu bangga, yakni juara III Lomba Cipta Seni Pelajar Tingkat Nasional di Istana Cipanas dan juara I Festival Lomba Seni Kementerian Perhubungan.
"Dua penghargaan itu diraih Arista saat dia masih kelas lima SD. Saat itu memang dia aktif sekali ikut lomba. Setiap pekan pasti ikut lomba dan juara," kata Siwi.
Namun sejak Arista duduk di bangku SMP, kegiatan lomba mulai jarang diikuti dan lebih aktif berorganisasi sosial untuk mengajar seni lukis kepada anak jalanan dan pengunjung Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA).
Baca juga: Legislator: PPDB DKI prioritas usia harus dicabut
"Itulah sebabnya anak saya tidak lolos dalam seleksi prestasi non akademik. Walaupun nilai rata-ratanya 81,72," katanya.
Upaya lain pun ditempuh melalui jalur afirmasi Kartu Jakarta Pintar (KJP), zonasi, dan jalur prestasi akademik, tapi kandas akibat faktor usia.
Arista hingga Kamis ini telah berusia 15 tahun, delapan bulan, tiga hari. Namun sejak faktor umur menjadi acuan utama PPDB, Arista kalah saing dengan siswa yang umurnya lebih tua.
"Yang paling banyak diterima justru peserta yang usianya 16 tahun, malah ada yang 19 tahun," katanya.
Baca juga: Disdik: PPDB 2020 sesuai peraturan Kemendikbud
Sementara untuk menempuh pendidikan swasta, kata Siwi, diperlukan biaya mahal.
"Kakek dan nenek saya pensiunan. Saya biasanya dapat uang dari hasil jualan lukisan. Pernah dibeli oleh pejabat negara dua lukisan laku Rp10 juta," kata Arista.
"Arista sudah coba jalur prestasi, tapi gagal sebab aturannya mengharuskan penghargaan yang diraih dalam dua tahun terakhir," kata nenek Arista, Siwi Purwanti (60) di Jakarta, Kamis.
Perempuan alumni SMPN 92 Jakarta Timur itu dijumpai ANTARA di kediaman Rumah Susun Jatinegara Kaum, Pulo Gadung Jakarta Timur.
Dinding ruangan tempat tinggal berukuran 8 x 4 meter persegi dihiasi berbagai karya Arista berupa seni lukis bertema anak-anak hingga pemandangan alam.
Di antara puluhan lukisan terselip sejumlah pigura kaca yang membungkus frame foto Arista bersama sejumlah tokoh nasional seperti Gubernur DKI Anies Baswedan, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Almarhum Ani Yudhoyono, hingga BJ Habibie.
Baca juga: Anggota DPR: Kemendikbud tinjau ulang juklak dan juknis PPDB Jakarta
Di sudut ruang tamu terdapat rak kayu bertingkat lima yang penuh dengan piala hingga plakat penghargaan yang pernah diraih Arista.
Dari sekian banyak penghargaan, terdapat setidaknya dua piala yang membuat anak yatim piatu itu bangga, yakni juara III Lomba Cipta Seni Pelajar Tingkat Nasional di Istana Cipanas dan juara I Festival Lomba Seni Kementerian Perhubungan.
"Dua penghargaan itu diraih Arista saat dia masih kelas lima SD. Saat itu memang dia aktif sekali ikut lomba. Setiap pekan pasti ikut lomba dan juara," kata Siwi.
Namun sejak Arista duduk di bangku SMP, kegiatan lomba mulai jarang diikuti dan lebih aktif berorganisasi sosial untuk mengajar seni lukis kepada anak jalanan dan pengunjung Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA).
Baca juga: Legislator: PPDB DKI prioritas usia harus dicabut
"Itulah sebabnya anak saya tidak lolos dalam seleksi prestasi non akademik. Walaupun nilai rata-ratanya 81,72," katanya.
Upaya lain pun ditempuh melalui jalur afirmasi Kartu Jakarta Pintar (KJP), zonasi, dan jalur prestasi akademik, tapi kandas akibat faktor usia.
Arista hingga Kamis ini telah berusia 15 tahun, delapan bulan, tiga hari. Namun sejak faktor umur menjadi acuan utama PPDB, Arista kalah saing dengan siswa yang umurnya lebih tua.
"Yang paling banyak diterima justru peserta yang usianya 16 tahun, malah ada yang 19 tahun," katanya.
Baca juga: Disdik: PPDB 2020 sesuai peraturan Kemendikbud
Sementara untuk menempuh pendidikan swasta, kata Siwi, diperlukan biaya mahal.
"Kakek dan nenek saya pensiunan. Saya biasanya dapat uang dari hasil jualan lukisan. Pernah dibeli oleh pejabat negara dua lukisan laku Rp10 juta," kata Arista.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020
Tags: