Jakarta (ANTARA) - Selama masa normal baru ini dan beberapa waktu terakhir saat pandemi COVID-19, orang-orang bersepeda wara-wiri di beberapa lokasi, termasuk di area car free day (CFD) Jakarta saat akhir pekan.
Ada yang sebenarnya sudah menggeluti olahraga ini sejak lama lalu sempat rehat dan kembali melakukannya, ada juga yang baru benar-benar menjajal dunia bersepeda baik untuk kepentingan kesehatan atau sekedar alat transportasi ke tempat tujuan.
Psikolog Ajeng Raviando mengatakan bersepeda sudah menjadi tren jauh-jauh waktu saat gerakan Bike to Work diperkenalkan dan semakin banyak orang melirik kegiatan ini di masa pandemi COVID-19.
"Sebenarnya trennya sudah lama ya, sejak Bike to work empat lima tahun lalu ya. Kalau sekarang orang punya kekhawatiran naik transportasi umum, jadi secara psikologis dia akan berpikir cara untuk tetap bisa menuju suatu tempat tanpa dia harus berisiko (kena COVID-19)," kata dia saat dihubungi ANTARA, Kamis.
Menurut Ajeng, sepeda menjadi pilihan karena orang menilai alat transportasi ini mampu membawa mereka secara aman ketimbang angkutan umum atau bahkan mobil pribadi yang dikenai aturan khusus.
"(Hype akan naik) karena ada kesulitan tersendiri ketika harus pakai transportasi umum, sementara dengan mobil juga ketentuannya banyak. Orang berpikir bagaimana caranya supaya bisa sampai ke tempat tujuan misalnya kantor menggunakan alat transportasi yang capable untuk itu. Banyak orang memilih sepeda," papar dia.
Seorang pesepeda, Andhika Anggoro Wening (36) mengungkapkan sudah menggeluti olahraga sepeda sejak kecil namun sempat rehat.
Dia kembali menjalani hobinya itu sejak tiga bulan lalu saat pandemi karena lebih memungkinkan dilakukan ketimbang olahraga lain.
"Sebenarnya hobi sepedahan dari kecil, dan mulai sepedahan lagi tiga bulan lalu. Alasan sepedahan lagi ingin ngejalanin hobi yang dulu apalagi di masa pandemi ini enggak bisa olahraga lagi. Kebetulan olahraga saya bulu tangkis lagi break sejak pandemi," ungkap dia.
Andhika yang tinggal di kawasan Depok, Jawa Barat beberapa kali menggunakan sepeda untuk menuju ke kantornya di wilayah Karet Jakarta Pusat.
Dia menghabiskan waktu sekitar 90 menit untuk dua lokasi berjarak tempuh 28 km itu, relatif tak jauh berbeda jika naik KRL.
"Yang paling jauh dari rumah ke kantor, Depok-Karet sekitar 28 km sekitar 1 jam setengah. Lalu dari Cipadu-Depok jaraknya 30 km, waktu tempuh 2 jam. Selebihnya keliling depok saja," tutur dia.
Baca juga: Usaha kurir sepeda Jakarta alami peningkatan orderan selama pandemi
Baca juga: Kemunduran, jika sepeda kena pajak
Baca juga: Tips aman bersepeda saat normal baru bagi pemula
Faktor kenyamanan
Ajeng mengatakan, fasilitas dari pemerintah untuk pengguna sepeda kini sudah lebih baik dalam bentuk jalur khusus, membuat pesepeda bisa lebih nyaman berkegiatan di jalan raya. Hal ini juga faktor yang menyebabkan bersepeda menjadi tren.
Di Jakarta misalnya, pemerintah menyediakan 17 ruas jalur khusus untuk pengguna sepeda. Kendaraan lain seperti mobil dan motor dilarang menggunakan jalur itu, sehingga pesepeda bisa melenggang nyaman tanpa takut tertabrak kendaraan lain.
Hal ini diakui Andhika. Menurut dia jalur khusus pengguna sepeda membuatnya nyaman berkendara.
"Kalau yang membuat nyaman sepedahan di jalan ya jalur sepedanya itu enggak diambil kendaraan lain. Jalur ini harus benar-benar steril (dari jenis kendaraan lain)," kata dia.
Di sisi lain, direktur eksekutif California Bicycle Assn, David Snyder, mengutip data penelitian mengungkapkan, kenyamanan saat bersepeda bisa menjadi faktor penting saat orang memutuskan melakukan kegiatan ini.
Laman Los Angeles Times mengabarkan, di California, orang-orang merasa tak nyaman berkendara di jalan raya. Alhasil, mereka bersepeda hanya saat berlibur atau kepentingan tertentu.
Baca juga: Pemerintah akan tetapkan pajak sepeda? Ini penjelasannya
Baca juga: Marak pesepeda pada normal baru, Kemenhub: Sepeda harus diatur
Baca juga: Destinasi yang cocok untuk pendaki dan penggemar sepeda
Dari komunitas ke bersepeda sendirian
Produsen sepeda kini menghadirkan beragam jenis produk mulai dari sepeda biasa, lipat hingga elektrik dengan harga beragam bahkan mencapai Rp34 juta seperti merek Brompton yang sempat menjadi sorotan dalam kasus penyelundupan di pesawat Garuda Indonesia.
Orang-orang semakin banyak tahu harga sepeda bisa mencapai puluhan juta sehingga meningkatkan risiko tindak kejahatan menargetkan sepeda harga premium.
Kondisi ini juga bisa menjadi alasan pengguna sepeda terutama yang memiliki sepeda premium memilih beraktivitas secara berkelompok atau ikut komunitas sepeda.
Tetapi saat pandemi COVID-19 terjadi, mereka beralih menjadi pesepeda mandiri, atau bersepeda hanya dengan anggota keluarga.
"(Sekarang, saat pandemi) orang mikir-mikir antara kalau ramai-ramai ngeri tapi kita enggak tahu siapa yang carrier, asimtomatik hingga di awal sakit. Pada akhirnya orang akan berpikir ulang lagi mengenai bareng komunitas atau teman," tutur Ajeng.
Sebagian orang menilai bersepeda menjadi pilihan berolahraga di tengah pandemi COVID-19 dan masa normal baru karena bisa menjaga jarak fisik dan sosial dengan orang lain sembari menjaga kesehatan dan kebugaran fisik.
"Mungkin bisa satu keluarga barengan. Tapi kayaknya kalau bersepeda dengan komunitas agak lebih sedikit, karena menghindari resiko kesehatan yang bisa terjadi," kata Ajeng.
Bersepeda sendirian juga dipilih Andhika karena lebih nyaman. Namun saat bertemu pesepeda lain dia mengatakan biasanya akan saling menyapa.
Sementara itu, para ahli mengatakan pembatasan sosial selama pandemi COVID-19 membuat orang-orang mulai bersepeda - terutama keluarga yang berusaha menghibur anak-anak yang gelisah.
"Anda bergerak lebih cepat, Anda melangkah lebih jauh, tetapi Anda tidak bergerak begitu cepat sehingga Anda tidak dapat melihat hal-hal kecil," kata Ken McLeod, direktur kebijakan di The League of American Bicyclists seperti dilansir The Guardian.
Baca juga: Ikutan tren, Ivan Gunawan beli sepeda harga Rp40 juta
Baca juga: Ini kata Nugie soal pembatasan jalur sepeda sementara
Baca juga: Selama pandemi, pesanan sepeda fixie-custom di Denpasar meningkat
Tips bersepeda aman
Kementerian Kesehatan sudah menekankan masyarakat untuk mengenakan masker saat berada di luar rumah. Pakar kesehatan juga menyarankan penggunaan masker termasuk saat berolahraga namun mempertimbangkan juga jenis olahraga yang dilakukan dan jenis masker.
Masker yang disarankan masker kain dengan bahan yang tidak menyulitkan saat Anda bernapas, semisal katun. Masker pun diusahakan tidak terlalu ketat pada wajah.
Di sisi lain, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Vito A. Damay mengingatkan orang yang melakukan olahraga termasuk bersepeda harus memperhatikan kondisi tubuhnya.
"Orang naik sepeda mungkin tidak sadar punya penyakit jantung, aneurisma. Naik sepeda hal yang baik namun harus memperhatikan kondisi tubuh," kata dia.
Vito menyarankan Anda melakukan pemeriksaan medis menyeluruh (MCU) untuk mendeteksi penyakit yang mungkin tersembunyi sehingga bisa ditangani dini dan Anda bisa berolahraga secara aman.
"Kalau dideteksi dari awal, Anda bisa tahu jika ada sesuatu yang bisa diperbaiki sehingga saat olahraga bisa dilakukan aman," tutur dia.
Baca juga: Nugie sambut antusiasme masyarakat bersepeda, asal bukan tren sesaat
Baca juga: Bersepeda di luar jalur terancam denda Rp100 ribu
Baca juga: Trekker GT, sepeda listrik pertama Triumph berbanderol Rp52 juta
Artikel
Bersepeda di masa normal baru, sekedar gaya atau demi cegah COVID-19?
Oleh Lia Wanadriani Santosa
2 Juli 2020 17:25 WIB
Ilustrasi bersepeda (Pixabay)
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020
Tags: