Jakarta (ANTARA) - Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian mengembangkan teknologi untuk mendapatkan serta kenaf tanpa genangan yaitu retting embun atau dew retting.

Peneliti Balittas Arini Hidayati Jamil di Jakarta, Rabu mengatakan teknologi pascapanen tanaman kenaf sangat penting dilakukan untuk menghasilkan produk utama berupa serat kenaf.

Proses retting atau pascapanen untuk mendapatkan serat secara konvensional melalui perendaman batang kenaf di lahan dengan banyak air masih menyisakan berbagai permasalahan.

"Jika tanaman kenaf ditanam pada waktu yang tepat dan tumbuh pada waktu hari panjang akan menghasilkan rendemen yang optimal dan kualitas serat yang maksimal. Namun, apabila panen terlalu cepat atau terlambat, rendemennya yang dihasilkan tidak optimal dan mutu seratnya kurang baik," ujar Arini saat menjadi pembicara dalam webinar serat alam bertema Back to Natural Fiber: Kenaf for a Better Life & Sustainable yang digelar Balittas Kementan.

Baca juga: Marmalade, inovasi Balitbangtan bikin kulit jeruk nikmat disantap

Proses retting yang dilakukan saat ini, tambahnya, adalah retting secara konvensional dengan cara merendam batang kenaf yang telah dipanen ke dalam kolam berisi air yang sangat banyak.

Proses ini mengandalkan mikroba yang terbawa pada kulit batang kenaf maupun mikroba-mikroba di dalam air.

Metode ini, menurut Arini, berkembang di lahan banjir atau lahan bonorowo di Lamongan, Jawa Timur.

Retting secara konvensional ini memiliki beberapa kelebihan yaitu efektivitasnya tinggi dan kualitas seratnya cukup baik.

Namun, metode ini hanya efisien dilakukan di lahan banjir/bonorowo, selain itu juga memiliki banyak kelemahan yaitu memerlukan air dalam jumlah sangat banyak.

Proses degradasi bagian tanaman juga tidak terkendali menyebabkan penurunan kualitas serat pada beberapa bagian.

"Karena prosesnya di bawah permukaan air maka terjadi proses anaerob mikroba-mikroba di dalam air yang menimbulkan bau busuk, emisi metana, dan pencemaran air limbah ke lingkungan. Kondisi lingkungan seperti itu tidak nyaman bagi pekerja," terangnya.

Karena itu peneliti Balittas telah mengembangkan teknologi retting tanpa genangan yaitu retting embun atau dew retting.

Teknologi retting embun ini dikembangkan tim peneliti Balittas sejak 2012 dengan menggunakan jasa mikroorganisme berupa jamur dan bakteri yang dapat mendegradasi pectin, hemiselulosa, dan lignin.

Teknologi ini menggunakan jasa mikroorganisme selektif yang berfungsi mendegradasi komponen-komponen yang mengikat serat sehingga proses fermentasi ini dapat menghasilkan serat.

"Proses ini tidak memerlukan air yang banyak untuk perendaman batang kenaf, hanya memerlukan kondisi yang tepat untuk mikroba-mikroba bekerja dengan baik,” katanya

Teknologi retting embun ini memiliki banyak kelebihan antara lain menggunakan mikroorganisme selektif pendegradasi pectin, lignin, dan hemiselulosa sehingga mengurangi terjadinya kemungkinan degradasi selulosa.

Metode ini dapat diterapkan di wilayah pengembangan kenaf yang potensial tanpa tergantung ketersediaan air untuk proses retting. Selain itu, metode ini tidak mencemari lingkungan.

"Aplikasi mikroba ini diformulasikan dengan menambahkan bahan-bahan tertentu untuk meningkatkan efektivitasnya. Formula ini nantinya dapat dipatenkan dan diproduksi massal," paparnya.

Arini menambahkan, metode ini masih memerlukan rangkaian proses penelitian yang panjang mulai dari waktu, fasilitas dan kompetensi sumber daya manusia. Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan diantaranya eksplorasi, isolasi,uji efektivitas mikroorganisme, formulasi, pengujian formulasi hingga aplikasi di lapangan.

Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry menambahkan untuk pengembangan formulasi retting embun ini, Balitbangtan telah bekerja sama dengan Pusat Penelitian Biologi dan Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) khususnya dalam pembuatan formulasi retting yang efektif.

Menurut dia, penelitian kerja sama baik antarlembaga ataupun perguruan tinggi bertujuan untuk memfasilitasi penelitian-penelitian yang bersifat strategis yang dilakukan secara sinergi antara peneliti di perguruan tinggi dan lembaga negara.

"Khususnya yang substansi penelitiannya dapat memberikan sumbangan langsung terhadap persoalan utama bangsa, negara dan masyarakat sesuai dengan tugas pokok dan fungsi institusi tempat masing-masing peneliti bernaung," katanya.

Baca juga: Balitbangtan sebut 50 tanaman berpotensi sebagai antivirus
Baca juga: Teknologi degreening Balitbangtan jaga rasa dan tampilan jeruk keprok