Padang (ANTARA) - Ombudsman Sumatera Barat menerima 147 pengaduan masyarakat terkait penyaluran bantuan sosial Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) didominasi soal bantuan yang tidak merata dan kurang tepat sasaran.

"Hingga 26 Juni 2020 dari 149 laporan yang masuk, 98 persen di antaranya dengan substansi bansos, secara garis besar soal bantuan tidak merata, tidak tepat sasaran hingga prosedur dan syarat penerima tidak jelas, " kata Kepala Ombudsman perwakilan Sumbar Yefri Heriani di Padang, Selasa.

Ia menyampaikan hal itu pada dialog daring dengan tema Pelaksanaan Distribusi Bantuan Sosial Dampak COVID-19 di Sumbar diikuti sejumlah pemangku kepentingan terkait.

Yefri menyebutkan laporan paling banyak berasal dari warga Padang yaitu 104 laporan, Kabupaten Agam 10 laporan, Kabupaten Tanah Datar dan Padang Pariaman lima laporan dan dari Kabupaten Kepulauan Mentawai nihil laporan.

Baca juga: Mentalitas "stakeholders" juga masalah dari bansos tak tepat sasaran

Baca juga: Menko PMK jabarkan tiga masalah penyaluran bansos

Baca juga: Mensos minta warga tidak persoalkan masalah data bansos


Berdasarkan tindak lanjut 53 laporan telah selesai, tahap pemeriksaan 38, proses validasi 10, laporan ditolak 14 dan pelapor tidak dapat dihubungi 36 orang.

Ia merinci berdasarkan permasalahan yang dilaporkan sebanyak 38 pelapor mengadukan prosedur dan persyaratan penerima bantuan yang tidak jelas, 44 pelapor merasa terdaftar, namun tidak menerima bantuan, 36 pelapor mengadukan masyarakat yang kondisinya sulit, namun tidak terdaftar.

Kemudian 15 laporan tentang tidak dapat menerima bantuan karena KTP pendatang, 57 laporan soal penyaluran bantuan yang tidak merata dan tak tepat sasaran, serta 15 laporan soal sarana pengaduan yang kurang tersosialisasi.

Sementara koordinator Posko Dampak COVID-19 Ombudsman Sumbar Yunesa Rahman menyampaikan terdapat sejumlah kendala dalam memverifikasi laporan mulai dari terbatas pergerakan fisik sehingga hanya dilakukan via telepon atau online.

"Kemudian kesulitan dalam memperoleh kontak terlapor hingga terlapor kurang kooperatif," ujarnya.

Terkait laporan yang masih divalidasi permasalahan yang dihadapi yaitu ekspektasi pelapor dalam penyelesaian laporan melebihi kewenangan Ombudsman serta pelapor tidak mengisi formulir dengan lengkap dan jelas sehingga perlu dikonfirmasi ulang.

Dalam menyelesaikan laporan, Ombudsman memfasilitasi saluran diskusi dalam bentuk telekonferensi bersama masyarakat terdampak sebagai salah satu unsur dalam pengawasan penyaluran bantuan sosial dampak COVID-19 di Provinsi Sumatera Barat.

"Kemudian menemukan solusi dari hambatan atas permasalahan yang muncul pada praktik penyaluran bantuan sosial dalam rangka perbaikan sistem penyaluran bantuan sosial dampak COVID-19 di Sumbar," katanya.*