Jakarta (ANTARA) - Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat meminta kepada pengurus KONI daerah baik tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota mengalokasikan anggaran untuk mengadakan kompetisi-kompetisi olahraga tingkat daerah.

Menurut Sekretaris Jenderal KONI Pusat Ade Lukman dalam seminar virtual di Jakarta, Selasa mengatakan dengan adanya kompetisi rutin di level daerah maka akan memudahkan untuk mencari bibit atlet yang bisa dibina.

"Dengan adanya kompetisi akan otomatis muncul bibit-bibit atlet tingkat kabupaten, kota, atau provinsi. Kami harap di desa sudah mulai menganggarkan untuk kompetisi sehingga industri akan tercipta dan ekosistem olahraga berkembang," kata Ade Lukman.

Baca juga: Ketua umum KONI Pusat dukung PSSI gelar kembali liga
Baca juga: KONI: protokol kesehatan tahap awal akomodir olahraga perorangan


Ade mencontohkan, di beberapa daerah bahkan tingkat RT dan RW sudah tersedia lapangan sepak bola dan bulu tangkis. Fasilitas tersebut, menurutnya, seharusnya cukup digunakan untuk sebuah turnamen.

Ia juga meminta kepada pengurus KONI di provinsi untuk menyediakan fasilitas bagi cabang olahraga lainnya. Dengan demikian, maka bibit-bibit atlet dari setiap cabang olahraga bisa lebih tersebar dan muncul dari berbagai provinsi di Indonesia.

Tak hanya itu, Ade juga sadar betapa pentingnya pembinaan usia dini untuk menciptakan atlet yang bisa berbicara di pentas dunia. Namun, ia mengaku untuk mencapai itu harus ada grand design yang mengatur konsep pelatihannya.

Baca juga: KONI minta pelatih buat program latihan baru

Kemenpora saat ini tengah menyusun grand design olahraga nasional yang nantinya bakal memetakan kondisi olahraga saat ini hingga harapan di masa depan.

Menpora Zainudin Amali menjelaskan bahwa grand design tersebut akan menjelaskan konsep pembinaan atlet usia muda, mulai dari usia 6-12 tahun serta 12-18 tahun. Hal itu bakal menjadi pondasi atau dasar untuk bisa melahirkan atlet berprestasi.

"Contohnya, kalau dengan situasi olahraga seperti sekarang jangan harap punya prestasi yang spektakuler karena memang tidak punya pondasi, tidak punya dasar yang kuat untuk berprestasi," kata Zainudin beberapa waktu lalu.

Harapannya, jika grand design tersebut sudah rampung, maka anak-anak yang usianya 10-13 tahun bisa mencapai peak performance-nya pada usia 23-24 tahun dan siap berprestasi seandainya Indonesia lolos menjadi tuan rumah Olimpiade 2032.

Baca juga: Menpora ajak masyarakat hidup sehat melalui senam
Baca juga: Menpora ingin Liga Berjenjang jadi fondasi persepakbolaan nasional
Baca juga: Menpora: Pelatnas harus disetop jika ada yang positif COVID-19