Pontianak (ANTARA News) - Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengeluhkan aturan-aturan sektor kehutanan yang menimbulkan ketidakadilan dan kurang memerhatikan kepentingan masyarakat lokal.

"Sekarang ini, ilegal logging sudah tidak ada di Kalbar. Kalau pun ada yang nebang, hanya untuk kepentingan lokal masyarakat setempat," katanya sewaktu seminar kehutanan di Pontianak, Kamis.

Menurut Cornelis, saat ini semua pihak baru ribut ketika isu tentang pemanasan global semakin gencar, padahal harus diperjelas dahulu siapa yang sebenarnya perusak hutan.

"Bayangkan, di masa lalu ada perusahaan yang dapat izin HPH sampai satu juta hektare lebih. Bahkan, Putussibau, ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu, masuk dalam kawasan HPH," katanya.

Sementara masyarakat yang tinggal di kawasan hutan tidak dapat menggunakan kekayaan alam ekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Kalau nebang, mereka akan ditangkap. Jadi mereka hanya dapat melihat," katanya.

Ia juga mengeluhkan kebijakan yang berubah-ubah seperti menteri yang mencabut Undang-Undang hanya melalui Surat Edaran.

Cornelis melanjutkan, sebagai kepala daerah ia wajib menyejahterakan rakyat. "Kalau bisa buka tambang, bisa buka kebun, saya kasih izin. Masyarakat juga perlu sejahtera," kata Cornelis.

Ia sepakat dengan upaya untuk menyelamatkan hutan dan dunia tetapi harus jelas aturannya.

Terhadap izin untuk perkebunan seperti kelapa sawit, Cornelis mengatakan, tetap terbuka asalkan perusahaan yang mengajukan permohonan mematuhi aturan yang berlaku.

Setiap perusahaan yang sudah mendapat izin dari kepala daerah harus melakukan survei mengenai areal yang bisa ditanami, masuk wilayah taman nasional dan hutan lindung, atau hutan produksi.

Ia juga berharap, lembaga swadaya masyarakat yang peduli lingkungan ikut memerhatikan kepentingan masyarakat lokal dan tidak sekedar menyuarakan keinginan pihak luar negeri.

Kepala Dinas Kehutanan Kalbar Cornelius Kimha mengaku, tidak memungkiri indikasi penebangan kayu di perbatasan Kalbar - Sarawak dan hasilnya dijual ke Sarawak.

"Lokasinya sangat sulit dijangkau sehingga menyulitkan pengawasan. Siapa yang bisa memantau?" katanya.

Dari luas areal hutan sekitar enam juta hektare di Kalbar, dua juta diantaranya masuk kategori kritis, hutan produksi satu juta hektare, sisanya untuk perkebunan, hutan lindung dan hutan konservasi. (*)