Eikjman: Plasma konvalesen untuk terapi, bukan untuk pencegahan
26 Juni 2020 18:41 WIB
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof. Amin Soebandrio berbicara dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat (26/6/2020). (ANTARA/Katriana)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Soebandrio mengatakan plasma konvalesen merupakan plasma yang diambil dari penyintas untuk mengobati pasien positif COVID-19, bukan untuk pencegahan penyakit tersebut.
"Jadi sekali lagi bukan untuk pencegahan, tetapi plasma konvalesen ini adalah untuk terapi," katanya dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat.
Baca juga: Eikjman paparkan syarat pendonor plasma konvalesen pasien COVID-19
Ia mengatakan plasma konvalesen tersebut merupakan bentuk dari imunisasi pasif, yang artinya, kata dia, antibodi penyintas sudah berada di luar atau sudah terbentuk.
Antibodi itulah yang perlu diberikan kepada pasien COVID-19 untuk mengobati penyakit berbahaya tersebut.
Baca juga: RS Persahabatan: Proposal plasma konvalesen sudah lulus uji etik
"Jadi plasma konvalesen ini imunisasi pasif. Kalau yang imunisasi aktif itu yang vaksinasi, yang menggunakan vaksin untuk merangsang pembentukan antibodi di dalam tubuh pasien. Jadi berbeda," kata dia.
"Jadi kita tidak perlu menunggu sampai ada vaksin kemudian dia disetop. Sebenarnya ini bisa jalan terus. Ada tidak ada vaksin, pendekatan ini bisa dijalankan kalau masih ada pasiennya. Ada yang sembuh," kata dia lebih lanjut.
Baca juga: Dokter: Plasma konvalesen bantu pasien COVID-19 lepas ventilator
Jadi, Amin menegaskan bahwa plasma konvalesen itu adalah untuk membantu penyembuhan pasien COVID-19, bukan untuk pencegahan.
"Jadi kita tidak boleh menganggap ini sebagai metode pencegahan. Artinya masyarakat jangan terus beranggapan, 'Oh ini ada saudara saya yang sudah sembuh, kita ambil darahnya, kemudian kita suntikan ke tubuh kita supaya kita terbebas dari serangan'. Itu saya kira anggapan yang keliru karena enggak semudah itu. Karena kalau masih sehat maka enggak usah dikasih apa-apa," kata Amin.
Baca juga: Jusuf Kalla upayakan penambahan peralatan plasma darah di Kalsel
"Jadi sekali lagi bukan untuk pencegahan, tetapi plasma konvalesen ini adalah untuk terapi," katanya dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat.
Baca juga: Eikjman paparkan syarat pendonor plasma konvalesen pasien COVID-19
Ia mengatakan plasma konvalesen tersebut merupakan bentuk dari imunisasi pasif, yang artinya, kata dia, antibodi penyintas sudah berada di luar atau sudah terbentuk.
Antibodi itulah yang perlu diberikan kepada pasien COVID-19 untuk mengobati penyakit berbahaya tersebut.
Baca juga: RS Persahabatan: Proposal plasma konvalesen sudah lulus uji etik
"Jadi plasma konvalesen ini imunisasi pasif. Kalau yang imunisasi aktif itu yang vaksinasi, yang menggunakan vaksin untuk merangsang pembentukan antibodi di dalam tubuh pasien. Jadi berbeda," kata dia.
"Jadi kita tidak perlu menunggu sampai ada vaksin kemudian dia disetop. Sebenarnya ini bisa jalan terus. Ada tidak ada vaksin, pendekatan ini bisa dijalankan kalau masih ada pasiennya. Ada yang sembuh," kata dia lebih lanjut.
Baca juga: Dokter: Plasma konvalesen bantu pasien COVID-19 lepas ventilator
Jadi, Amin menegaskan bahwa plasma konvalesen itu adalah untuk membantu penyembuhan pasien COVID-19, bukan untuk pencegahan.
"Jadi kita tidak boleh menganggap ini sebagai metode pencegahan. Artinya masyarakat jangan terus beranggapan, 'Oh ini ada saudara saya yang sudah sembuh, kita ambil darahnya, kemudian kita suntikan ke tubuh kita supaya kita terbebas dari serangan'. Itu saya kira anggapan yang keliru karena enggak semudah itu. Karena kalau masih sehat maka enggak usah dikasih apa-apa," kata Amin.
Baca juga: Jusuf Kalla upayakan penambahan peralatan plasma darah di Kalsel
Pewarta: Katriana
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020
Tags: