Jakarta (ANTARA) - Kepala Sub Direktorat Pengembangan Model Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Setia Permana menuturkan Big Data dapat dimanfaatkan untuk mendukung riset sosial dan kebijakan pemerintah di tengah pandemi COVID-19.
"Di tengah pandemi, perlu 'redesign' (merancang ulang) sensus dan survei untuk pengumpulan data," kata Setia dalam seminar virtual "Tantangan Metode Digital pada Riset Sosial Humaniora di Masa Normal Baru" di Jakarta, Kamis.
Sebelum pandemi, kegiatan sensus dan survei bisa dilakukan dengan interaksi langsung dengan masyarakat. Namun, dalam kondisi pandemi saat ini, perlu adaptasi dan perubahan dalam melakukan sensus dan survei karena adanya keterbatasan pertemuan tatap muka.
Sumber data penelitian yang dapat dimanfaatkan di tengah pembatasan interaksi tatap muka akibat COVID-19 adalah dengan memanfaatkan Big Data.
Baca juga: Pentingnya pantau "big data" demi keberlangsungan startup saat pandemi
Sumber Big Data, antara lain berupa data ponsel, transaksi keuangan, pencarian dalam jaringan (online), citra satelit, sensor di kota, transportasi dan rumah, sensor di alam, pertanian dan air, data biometrik, Internet of Things (IoT), data media sosial, catatan kesehatan dan konten radio.
Menurut Setia, Big Data mengatasi jeda waktu dalam menghasilkan statistik resmi dan sebagai sumber data pendukung untuk menduga indikator yang ada. "Big Data sebagai sumber data dan inovasi dalam menghasilkan statistik resmi," tutur Setia.
Namun, dalam pemanfaatan Big Data, ada tantangan yang dihadapi, antara lain akses ke data karena sebagian besar data milik swasta, risiko privasi, kerahasiaan data dan keamanan siber, serta pemilihan metode dan platform untuk pemroses data cukup rumit. Untuk itu, harus ada skema untuk memastikan terjaganya kerahasiaan data dari objek penelitian.
Kualitas data juga harus diperiksa dan dipastikan dapat menjawab keterwakilan dari objek penelitian tertentu. Begitu pula dengan aspek keberlanjutan data dimana untuk statistik resmi perlu dipastikan sumber data selalu ada dan bisa dibandingkan antar-waktu dan lokasi, sehingga harus memilah dengan baik, mana data yang dapat digunakan sebagai sumber Big Data resmi.
Baca juga: UI gandeng Facebook sinergikan big data untuk riset COVID-19
Baca juga: NTHU gunakan big data untuk lawan virus corona
Menganalisis Big Data juga memerlukan tim dengan disiplin keilmuan yang berbeda, termasuk dari bidang teknologi informasi dan komunikasi sehingga dapat mengolah beragam jenis data yang ada dengan baik.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Sudarsono mengatakan perlu banyak pembaruan dalam pola pikir dan teknik melakukan kegiatan riset di tengah pandemi COVID-19. "Kita memang sedang bergerak dari riset konvensional ke arah riset berbasis digital," kata Sudarsono.
Perubahan itu terjadi karena ada perkembangan masyarakat digital dan perubahan konsep sosiologi digital yang terjadi, serta kondisi pandemi sekarang ini.
Sudarsono menuturkan sebagian penelitian sosial humaniora di FISIP Universitas Indonesia juga sudah menerapkan metode berbasis digital dalam pengumpulan data. Sebagian lagi juga masih tetap menekankan kombinasi riset digital atau dalam jaringan (online) dan riset offline untuk mengatasi keterbatasan data online.
Baca juga: Perpusnas segera jadi "big data" Indonesia
"Kami di FISIP UI masih menggabungkan riset online dan offline dengan paradigma baru di bidang sosiologi," ujarnya.
Sudarsono menuturkan pihaknya terus mengembangkan kombinasi antara data online dan offline di dalam tema sosial dan riset berbasis digital.
Pemanfaatan dan penguasaan teknis metode digital harus terus didalami para peneliti untuk memudahkan kegiatan riset di tengah pandemi COVID-19.
Ahli: Big Data dukung riset sosial-kebijakan pemerintah saat COVID-19
25 Juni 2020 17:15 WIB
Ilustrasi, Big Data (pixavay.com) (pixavay.com/)
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020
Tags: