Bengkulu (ANTARA) -- Provinsi Bengkulu memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) mencapai 7.5 GW. Jumlah ini disinyalir mampu memenuhi 12,6 persen kebutuhan listrik di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Program Manager Energy Transformation Institute for Esential Service Reform (IESR) Jannata Giwangkara beberapa waktu lalu di Bengkulu.

"Meskipun demikian, baru dimanfaatkan sebesar 259 MW dan penggunaanya didominasi pembangkit listrik tenaga air," ujarnya.

Pemanfaatan potensi EBT sebagai energi listri di Indonesia masih belum optimal dikembangkan. Bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Vietnam, telah berhasil memproduksi listrik bersumber EBT sebesar 3 GW.

Sementara secara global di seluruh dunia pada 2009 hingga 2019, rata-rata pembangkit yang ditambahkan lebih besar energi terbarukan khususnya tenaga surya, angin dan air, seperti yang dilakukan China, India, Amerika dan Jerman.

"China mampu membangun 65 GW dalam setahun, kapasitas ini setara dengan seluruh pembangkit di Indonesia," ucapnya.

Pemerintah memasang target 23 persen bauran EBT pada 2025. Namun hingga 2018, baru terealisasikan sebesar 12,42 persen.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris Yahya mengungkapkan, pihaknya telah merancang peta jalan dalam pengembangan EBT. Salah satunya adalah dengan menciptakan pasar baru lewat ekonomi maritim.

"Dengan memanfaatkan pembangkit listrik hibrida yang berasal dari energi surya dan angin," ujarnya.

Selain itu, sebagai salah satu negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia, pemerintah Indonesia pun telah menyiapkan sejumlah cara untuk mempercepat pengembangan panas bumi.

"Skema insentif, sinergi BUMN, hingga kolaborasi dengan sejumlah K/L, guna mempercepat pengembangan panas bumi," tukasnya.