Jakarta (ANTARA) - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan terbuka terkait dengan adanya pihak yang mengkritisi posisi kepala daerah yang menjadi ketua gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 di daerah, khususnya menjelang pelaksanaan Pilkada 2020.

"Kami memang yang mengeluarkan arahan agar ketua gugus tugas di daerah merupakan kepala daerah. Namun, kami terbuka didiskusikan ini pada hari Senin (29/6)," kata Tito dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR RI, Jakarta, Rabu.

Tito mengatakan hal itu ketika menjawab pertanyaan anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera yang menanyakan terkait dengan banyak kepala daerah yang berstatus petahana dalam Pilkada 2020 menjadi ketua gugus tugas penanganan COVID-19 di daerah.

“Posisi tersebut bisa berdampak juga terhadap electoral incentive. Seperti apa pandangan Mendagri terkait dengan hal tersebut?" kata Mardani.

Tito menjelaskan dari 270 daerah yang melaksanakan Pilkada 2020, sebanyak 220 daerah tersebut, calon kepala daerahnya merupakan petahana yang kembali ikut kontestasi.

Kondisi itu, menurut dia, di satu sisi membuat dinamika kontestasi di pilkada serentak. Namun, di sisi lain posisi ketua gugus tugas dianggap bisa menguntungkan kepala daerah yang akan kembali maju dalam pilkada.

“Kalau bisa membawa semangat di Korea Selatan, yaitu isu tentang kemampuan efektivitas daerah dalam menangani COVID-19 dan dampak sosial-ekonomi," katanya.

Namun, lanjut dia, itu tidak gampang bagi petahana karena jadi "amunisi" bagi saingannya kalau kinerja kepala daerah sebagai gugus tugas gagal dan daerah tersebut menjadi zona merah dan jumlah pasien positif jumlahnya naik.

Tito menyerahkan keputusan tersebut kepada Komisi II DPR RI, kalau dianggap kepala daerah yang menjadi ketua gugus tugas di 220 daerah lebih banyak menguntungkan petahana, tugas gugus tugas bisa dialihkan kepada pejabat lain.

Menurut dia, kalau Komisi II DPR berpendapat bahwa posisi kepala daerah sebagai ketua gugus tugas dianggap gagal karena daerahnya tidak bisa mengatasi pandemi COVID-19, maka aturan tersebut tidak perlu diubah.

“Namun, kalau berpendapat ini menjadi tantangan ketika kepala daerah dianggap gagal karena daerahnya gagal menangani pandemi COVID-19, lanjutkan saja posisi kepala daerah sebagai ketua gugus tugas,” katanya.